"Bahwa ada sejumlah saksi yang diperiksa, ya, lebih dari 200 saksi yang diperiksa. Di antara para saksi tersebut, ada sekitar 23 anggota DPR yang kita panggil juga meskipun tidak semuanya hadir. Anggota DPR yang hadir sekitar 15 orang dalam proses pemeriksaan di penyidikan," ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (6/3/2017).
Dalam perjalanan penyidikan selama 3 tahun di kasus itu, KPK memang kerap memanggil para anggota DPR terkait kasus itu. Dari catatan detikcom, ada sekitar 27 anggota DPR yang pernah dipanggil KPK terkait penanganan kasus mega proyek e-KTP. Nama-nama itu didapat dari penelusuran detikcom dari jadwal pemeriksaan KPK. Sejumlah nama itu datang memenuhi pemeriksaan, tapi ada pula yang tidak hadir, bahkan ada pula yang beberapa kali diperiksa penyidik KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Berbagai hal ditanyakan kepada para anggota dewan itu. Biasanya seusai menjalani pemeriksaan, mereka mengaku ditanya seputar pembahasan di Komisi II DPR atau tentang penganggaran. Selain itu, tak jarang pula dari mereka mengaku bersih dari aliran uang haram proyek itu.
Salah satunya disampaikan oleh Chairuman Harahap yang diperiksa KPK selaku mantan Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar. Saat diperiksa pada Senin, 7 November 2016, Chairuman mengaku diperiksa soal proses penganggaran dalam proyek pengadaan e-KTP.
"Ya penjelasan kita proses kita di DPR di Komisi II, bagaimana kita memutuskan anggaran itu dan berbagai hal yang perlu kejelasan. Saya kira tentu KPK kredibilitasnya tentu kita akui," kata Chairuman yang merupakan anggota DPR periode 2009-2014 itu.
Kemudian tentang aliran dana, sosok M Nazaruddin yang paling sering 'bernyanyi'. Chairuman pun pernah membantah pernyataan Nazaruddin bila Komisi II DPR menerima aliran dana e-KTP.
"Ah kata dia (Nazaruddin). Ya buktikan saja sama dia. Itu kata dia, saya kenal juga nggak," kata Chairuman, Selasa 11 Oktober 2016.
Beranjak dari situ, salah satu tokoh besar yang diperiksa KPK yaitu Setya Novanto pun membantah hal itu. Novanto menyampaikan bantahannya itu usai menjalani pemeriksaan di KPK pada 13 Desember 2016.
"Itu tidak benar. Ya, itu nggak bener," kata Novanto saat itu.
Lalu pada 10 Januari 2017, Novanto pernah diperiksa lagi. Saat itu Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan ada sejumlah pertemuan yang dihadiri Novanto yang perlu dikonfirmasi.
"Kami ingin sampaikan terkait pemeriksaan Setya Novanto ini lebih didalami dan dikonfirmasi lagi terkait pertemuan yang dihadiri saksi di sejumlah tempat di Jakarta. Ada pertemuan di kantor DPR dan juga di sejumlah hotel. Kemudian kita konfirmasi kembali ke saksi Setya Novanto," ujar Febri saat itu.
Sedangkan, Novanto mengaku diklarifikasi penyidik KPK soal hal-hal yang berhubungan ketika dia menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar. "Ya itu, hanya klarifikasi yang berkaitan saya sebagai ketua fraksi. Itu ada pimpinan komisi dua, pimpinan komisi dua tentu menyampaikan, tetapi semuanya disampaikan normatif," kata Novanto.
Namun ada pula beberapa saksi yang enggan membeberkan perihal pemeriksaannya. Salah satunya yaitu dari mantan Wakil Ketua Komisi II Taufiq Effendi.
"Pemeriksaan, saya sebagai saksi atas perkara kasus e-KTP. Saya memberikan keterangan apa yang saya alami, apa yang saya ketahui sejelas-jelasnya kepada pemeriksa, kepada penyidik. (Soal) materi (penyidikan) kan sudah. Nanti tanyakan ke sini (penyidik KPK) saja. Saya sampaikan apa yang saya ketahui, apa yang saya alami, apa yang saya lihat," kata Effendi, Kamis, 8 Desember 2016.
Pun ada pula saksi yang tidak hadir meski dipanggil KPK. Salah satunya yaitu Yasonna Laoly yang memang tengah sibuk menjalankan tugas sebagai Menteri Hukum dan HAM ketika dipanggil KPK.
"Sebagai orang hukum, saya harus patuh pada hukum. Tapi waktu itu saya ke Hong Kong. Ada urusan yang penting, tugas negara, ke Departemen Kehakiman Hong Kong. Kalau dijadwalkan (pemanggilan) lagi, no problem," kata Yasonna, Senin, 6 Maret 2017.
(Baca juga: Mereka yang Kembalikan Uang Korupsi e-KTP akan Muncul di Dakwaan)
Terlepas dari itu, KPK akan membuka seterang-terangnya tentang siapa saja yang terlibat dan menerima aliran uang di kasus itu. Sejauh ini, KPK menyebut ada pengembalian uang senilai Rp 250 miliar dari berbagai pihak, yaitu 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang. Namun Febri tidak merinci perusahaan dan orang-orang itu. Di antara 14 orang tersebut, ada pula anggota DPR, tetapi Febri lagi-lagi enggan membeberkannya.
"Kasus indikasi korupsi pengadaan KTP berbasis elektronik, sampai dengan saat ini ada pengembalian uang ke KPK Rp 250 miliar. Pengembalian uang dari sejumlah korporasi, tepatnya dari 5 korporasi dan 1 konsorsium. Dari korporasi dan konsorsium nilainya Rp 220 miliar. Kemudian ada pengembalian dari 14 orang ini yang informasinya cukup kooperatif. Uang yang dikembalikan dari 14 orang tersebut total nilainya Rp 30 miliar," kata Febri.
Terlepas dari itu, Febri menegaskan surat dakwaan nanti akan menguraikan banyak hal, termasuk indikasi aliran uang dalam kasus tersebut. Pengembalian uang yang dilakukan banyak pihak itu ditegaskan tidak akan menghapus unsur tindak pidana.
(Baca juga: Jelang Sidang Kasus e-KTP, KPK: Eksekutif dan Legislatif Terlibat)
"Jadi, ketika disampaikan ada nama besar, nanti sama-sama kita lihat di dakwaan, siapa nama besar tersebut, apa perannya, dan apakah ada indikasi aliran dana terhadap nama-nama tersebut. Karena dalam kasus e-KTP ini, kita melihat ada indikasi persoalan sejak proses perencanaan. Dan ada indikasi aliran dana pada sejumlah pihak. Jadi ini bukan hanya proses pengadaan saja, tetapi sebagian penyimpangan dalam proses pengadaan ini salah satunya adalah terkait dengan kolusi yang ada dan indikasi aliran dana pada sejumlah pihak," ucap Febri.
Berikut nama anggota DPR yang dipanggil KPK terkait kasus itu (nama-nama itu didapat dari penelurusan detikcom dari jadwal pemeriksaan KPK, nama-nama itu ada yang datang menghadiri pemeriksaan, ada pula yang tidak hadir):
1. Setya Novanto
2. Anas Urbaningrum
3. M Nazaruddin
4. Agun Gunandjar
5. Ganjar Pranowo
6. Ade Komarudin
7. Numan Abdul Hakim
8. Rindoko Dahono Wingit
9. Olly Dondokambey
10. Jafar Hafzah
11. Khatibul Umam Wiranu
12. Teguh Juwarno
13. Arif Wibowo
14. Taufiq Effendi
15. Chairuman Harahap
16. Markus Nari
17. Melcias Marcus Mekeng
18. Miryam S Haryani
19. Jazuli Juwaini
20. Tamsil Linrung
21. Yasonna Laoly
22. Mirwan Amir
23. Abdul Malik Haramain
24. Mulyadi
25. Djamal Aziz
26. Mustoko Weni
27. Ignatius Mulyono
Sekali lagi, nama-nama tersebut merupakan nama dari DPR yang dipanggil sebagai saksi. Dalam kasus e-KTP KPK baru menetapkan dua tersangka yang sama-sama merupakan pejabat Kemendagi yakni Irman (mantan Dirjen Dukcapil) dan Sugiharto (mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil). Belum ada tersangka lain yang ditetapkan setelah keduanya. (dhn/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini