"Saya ingat yang pertama itu di jalan Gondang-Banaran (Sragen). Sepanjang 5 kilometer saya tambal. April saya mulai, Juni baru selesai," kata Mbah Sadiyo, panggilan akrab Sadiyo Cipto Wiyono.
Mbah Sadiyo ditemui detikcom di jalan Desa Gondang-Tunjungan, Rabu (1/3/2017). Di bawah terik matahari, ia menambal jalan berlubang. Becak berisi barang rongsokan miliknya diparkir untuk menutup separuh badan jalan agar aktivitasnya tak terganggu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau semen, saya beli sendiri. Nanti pasirnya minta sisa-sisa di rumah orang yang sedang membangun. Kadang dikasih, kadang tidak," katanya.
Hari itu, dia mengenakan celana pendek dan baju lengan pendek. Panas matahari tak ia hiraukan. Mungkin karena sudah terbiasa.
Niatnya memperbaiki jalan rusak berawal dari pengalamannya jatuh terperosok akibat jalan berlubang. "Saya berebut jalan dengan kendaraan. Saya mengalah, tapi ternyata ada lubang. Ban becak saya sampai membentuk angka 8. Untung barang rongsokan saya sudah diikat kencang, jadi tidak jatuh," ungkapnya.
Pengalaman itu ditambah cerita tetangga yang patah tulang karena jatuh di jalan berlubang. Sejak saat itu, Mbah Sadiyo mulai menambal jalan berlubang. Selain tak dibayar, ia kadang tak dipedulikan. Mbah Sadiyo tak ambil pusing.
"Saya niatkan untuk ibadah," katanya santai. (try/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini