Pantauan detikcom dalam persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Jl PB Jenderal Soedirman, Denpasar, Bali, Selasa (28/2/2017) petang, kuasa hukum Sara, Erwin Siregar, membacakan pleidoi lebih dahulu. Erwin membacakan pleidoi dalam konteks yudisial dengan cara mengkritik dakwaan JPU AA Ngurah Jayalantara.
Setelah membacakan pleidoi konteks yudisial setebal ratusan halaman tersebut, giliran Sara membacakan pleidoi yang ditulisnya sendiri. Ketua majelis hakim Made Pasek mempersilakan Sara membacakan pembelaannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian Sara menyampaikan alasan-alasannya terkait peristiwa pembunuhan Aipda Wayan Sudarsa di Pantai Kuta pada 17 Agustus 2016. Alasannya tak langsung ke kantor polisi tapi konsulat dan tak melarikan diri ke negara lain dengan paspor Italia yang dimilikinya dengan nama belakang berbeda.
Ia juga mencoba meyakinkan majelis hakim bahwa dirinya kooperatif selama penyidikan dan tidak memiliki niat membunuh siapa pun. Namun, ketika ia menyinggung anak-anaknya, Sara berhenti beberapa detik, air matanya tak terbendung, tisu di tangan pun diusapkan ke pipinya.
"Saya seorang pekerja keras dan pengasuh tunggal dua anak yang saya cintai lebih dari apa pun. Mereka merindukan saya dan menunggu saya. Saya pengasuh satu-satunya mereka," ucap Sara sambil terisak.
"Jika ini adalah rencana Tuhan untuk hidup saya, untuk menghukum saya dengan keras, dan memisahkan saya dengan anak-anak, maka saya berharap Tuhan memberi anak-anak saya kekuatan untuk menghadapi ini," tambah Sara.
Setelah membacakan pleidoi, Sara tampak lemas. Ia menyeka air mata yang menggenangi dua matanya dengan tisu. Kemudian kuasa hukumnya menyerahkan salinan pleidoi kepada majelis hakim dan JPU bersama booklet testimoni 28 sahabat dan keluarga Sara di Australia.
"Dengan ini sidang ditutup dan dilanjutkan pada tanggal 2 Maret 2017 dengan agenda pembacaan tanggapan dari JPU," kata Made Pasek menutup persidangan. (vid/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini