Cerita Ahok Hadapi Premanisme di Balik Polemik Air di Rusun

Cerita Ahok Hadapi Premanisme di Balik Polemik Air di Rusun

Gibran Maulana Ibrahim - detikNews
Selasa, 28 Feb 2017 10:44 WIB
Cerita Ahok Hadapi Premanisme di Balik Polemik Air di Rusun
Foto: Gibran Maulana Ibrahim/detikcom
Jakarta - Penghuni rumah susun menjerit menyusul penetapan tarif berbeda penggunaan air. Atas keluhan warga rusun itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memberikan penjelasan.

Ahok meluruskan penggunaan air di rusun bukan dibatasi. Penggunaan air akan ditetapkan dalam 3 tarif yang diatur dalam revisi Peraturan Gubernur (Pergub) 11 Tahun 2007. Dalam aturan itu, penghuni maksimal mendapat air 10 kubik per unit rusun.

"Bukan pembatasan, jadi sebetulnya Pergub itu jelas. Rusun itu untuk orang miskin ke bawah. Yang ke bawah itu Rp 1.050 per meter kubik. Ada rusun yang masih Rp 1.050. Tapi ada rusun di Muara Baru lebih konyol lagi, satu bulan bayar Rp 5.500. Ini kan asas keadilannya nggak bener. Maksud saya kan ada kajian rumah yang kecil sederhana itu sebulan paling makainya 10 kubik. Satu truk tangki itu 50. Kalau 10 kubik itu dua truk tangki besar. Cukup nggak untuk rumah kamu kecil (rumah ukuran kecil), cukup," papar Ahok di gedung Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (28/2/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena itu, menurut Ahok, Pemprov DKI Jakarta siap membuat aturan tentang tarif air di rusun. "Jadi kami siap buat aturan ada beberapa kelas rusun. Kalau memang diputuskan Rp 1.050 ya sudah sampai 10 kubik. Ternyata mereka di rumah itu buat kebijakan gini, kamu boleh pakai bebas, bayar lima setengah, tekor. Jadi tiap tahun nombok Rp 2 miliar lebih," ujar Ahok.

"Ini belum tekornya bayar ke PAM. Dari PAM kan dia ada supply, PAM juga subsidi beli dari air Palyja, Rp 7.400-an sekubik. Kalau jual yang murah, PAM subsidi. Kami dari PAM kasih ke kami, kami subsidi lagi, nah ini kami bilang kami harus batasi. Kalau yang miskin silakan, Rp 1.050, tapi hanya 10 kubik," lanjut Ahok panjang-lebar.

Mengenai warga kurang mampu yang tidak bisa memasang pipa air, Ahok menjelaskan PAM memiliki aturan tersendiri. Pemasangan pipa hanya sampai di jalan yang bisa dilalui.

"Kalau kamu mau masang PAM harus bayar pipanya, orang miskin mana sanggup. Sekarang saya minta sama PAM, kamu sambungin deh. Sekarang dia pasang hidran, hidran dikuasai oknum RW. Rp 1.050 dia jual ke orang susah berapa? Rp 25 ribu, Rp 50 ribu. Kenapa PAM tidak mau disambungi saja sampai ke rumah orang, nanti harganya berapa? Ya modallah, Rp 7 ribu, Rp 10 ribu. Kamu senang nggak selama ini beli pakai gerobak, Rp 25 ribu, Rp 50 ribu sekubik sekarang air sampai ke rumah kamu Rp 7 ribu, Rp 10 ribu, lebih murah ini kan," kata Ahok.

Menurut Ahok, permasalahan ini bertambah keruh karena ada oknum-oknum yang bermain. "Masalahnya apa? Ini menghadapi premanisme di lapangan. Oknum RW juga ada masalah di sini, misalnya yang punya hidran atau yang rajanya siapa. Karena ada rumah susun dia bisnis, dia sewain ke orang, dia jualin sampai 200 kubik. Ini kan tugas saya mengadministrasi keadilan," ujar Ahok. (aan/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads