Diperiksa Bawaslu DKI, ACTA Sebut Ahok Langgar UU Pemilu

Diperiksa Bawaslu DKI, ACTA Sebut Ahok Langgar UU Pemilu

Jabbar Ramdhani - detikNews
Senin, 27 Feb 2017 20:57 WIB
Diperiksa Bawaslu DKI, ACTA Sebut Ahok Langgar UU Pemilu
Foto: Jabbar Ramdhani/detikdom
Jakarta - Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) dipanggil Bawaslu DKI Jakarta untuk diklarifikasi terkait laporan yang dibuatnya. Laporan tersebut dibuat karena Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diduga melanggar UU Pemilu.

"Pada hari ini kami akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi pelapor dugaan pelanggaran Pasal 71 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang dilakukan oleh Saudara Basuki Tjahaja Purnama," kata Wakil Ketua ACTA Munathsir Mustaman di kantor Bawaslu DKI, Jalan Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (27/2/2017).

Munathsir mengatakan pelanggaran yang dilakukan Ahok mengacu pada pernyataannya setelah meninjau velodrom, Pulomas, Jakarta Timur, pada Jumat (24/2) lalu. Dalam kegiatan tersebut, penyataan Ahok dianggap telah menyalahgunakan kewenangan yang menguntungkan dirinya dalam kegiatan resmi pemerintah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Secara garis besar, kalimat yang kami persoalkan adalah 'jadi rencana saya, semua stasiun atau depo LRT, MRT di Lebak Bulus, termasuk yang di Pulogadung, Rawa Buaya, dan Kampung Rambutan, itu semua ada apartemen harga subsidi, dan jual tapi dengan subsidi sehingga orang-orang kelas menengah yang mampu beli rumah di pinggiran tapi nggak mampu beli rumah di Jakarta bisa tinggal di apartemen ini dengan harga kos'," ujarnya.

Atas pernyataan tersebut, ia menganggap pernyataan Ahok adalah bentuk kampanye. Sebab, sisa masa jabatan Ahok yang hanya beberapa bulan tidak memungkinkan pembangunan apartemen tersebut dapat selesai.

Pada pemeriksaan ini, Munathsir mengaku mendapatkan 17 pertanyaan. Ia menduga Ahok mengarahkan masyarakat untuk memilihnya. Ia melihat dari diksi yang digunakan Ahok dalam pernyataannya tersebut.

"Patut diduga Ahok sudah mengarahkan masyarakat untuk memilih dia pada Pilgub DKI putaran kedua. Indikasi mengajak orang untuk memilih semakin menguat karena kata-kata yang digunakan sangat personal, yaitu 'rencana saya', bukan 'rencana kami' atau 'rencana Pemprov DKl Jakarta'," ungkapnya.

Sebagaimana diketahui bunyi dari Pasal 71 ayat (3) UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada tersebut berbunyi:

"Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih." (jbr/nkn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads