"Sebenarnya EK Prima tidak salah, dari segi pajak, tidak salah. Kita eksportir. Pemerintah kasih kita ijin ekspor itu produk indonesia. Apapun kecuali gas dan minyak, boleh diekspor. Kita lakukan ekspor sejak 24 tahun, kita bantu petani, kita bantu pengusaha kecil, semua," kata pria yang akrab disapa Rajesh dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (27/2/2017).
Rajesh melanjutkan, perusahaannya tak pernah membuat faktur fiktif seperti apa yang diungkapkan Johnny di hadapan majelis hakim. Diketahui, Jhonny sempat mengungkapkan alasannya mencabut Pengusaha Kena Pajak (PKP) PT EK Prima, karena dinilai membuat faktur fiktif terkait restitusi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, perusahaannya dikorbankan karena hendak meminta restitusi Rp 3,5 miliar ke KPP PMA Enam, karena kelebihan membayar pajak. Namun pihak KPP PMA Enam tidak mau membayar. Karenanya PT EK Prima mengutus karyawannya untuk memprotes. Rajesh menilai protes tersebut yang akhirnya membuat perusahaannya diganjal pihak pajak.
"Kasus EK Prima itu awalnya kita ajukan restitusi Rp 3,5 miliar agar mereka accept Rp 2,8 miliar ke EK Prima. Besoknya dia, beliau tarik katanya ngga mau keluarkan satu pun rupiah dari negara. Kami protes dan dari sananya bilang akan kejar kami," jelas Rajesh.
Dalam sidang hari ini ada lima saksi yang dihadirkan jaksa pada KPK. Mereka di antaranya Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing (KPP PMA) Enam Kalibata Johnny Sirait, pegawai KPP PMA Soniman Budi Rahardjo, Chief Accounting PT EKP Siswanto, Konsultan Pajak James Richard Budiman Hutagaol dan Kepala Bidang Keberatan dan Banding Kanwil DJP Jakarta Khusus Hilman Flobianto. (rvk/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini