"Yang jelas semula kan pemikirannya adalah polluters pay principle. Jadi kita lakukan uji coba, plastiknya kalau dipakai orang dan membebani lingkungan, jadi dia harus bayar," ujar Siti di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (27/2/2017).
Menurut Siti, cara itu cukup efektif. Sebab, rata-rata pemakaian plastik di pusat perbelanjaan tertentu berkurang hingga 30-55% dalam enam bulan. Tidak hanya pemakaian plastik, impor plastik pun turun menjadi senilai USD 11 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan harus ada koordinasi dengan beberapa menteri untuk merancang peraturan tersebut.
"Tapi saya juga diskusi dengan Menkeu, Menperin, Pak luhut, itu juga antarmenteri pemikirannya beda-beda. Ada yang ngeluh industri berhenti dan lainnya, ada juga yang tidak bisa diolah, jadi banyak aspek," ujarnya.
"Makanya saya bilang ke dirjen, saya nggak mau buru-buru, tapi ternyata mislukt, kacau balau. Lihat aja, dengerin dulu menyeluruh," lanjutnya.
Siti berharap peraturan tersebut akan rampung dalam kurun yang tidak terlalu lama. Siti menargetkan akhir Maret telah selesai.
"Saya sih maunya secepatnya, sebenarnya drafnya bolak-balik naik ke menteri. Tapi saya merasa mengartikulasikannya harus luas. Oh bukan tahun inilah, saya minta paling telat satu bulan akhirlah. Harus cepatlah," ungkapnya.
Poin yang akan dimasukkan ke permen terkait dengan sampah plastik antara lain cara membatasi penggunaan plastik, metodenya seperti apa, dan plastik berbayar.
"Poin utamanya, gimana membatasinya, metodenya apa saja, apakah polluters pay principle, yang pasti 3R, kemudian akuntabilitasnya dan perubahan perilakunya sama khusus sampah plastik di laut itu mau saya masukin, industri juga masuk. Kan sementara yang disiapkan permen-nya tentang plastik berbayar, tapi saya coba lihat di skenarionya kalau bisa penanganan sampah plastik, bisa jadi lebih luas," tutupnya. (idh/fdn)











































