"Perkembangan anonymous di dunia maya ini semakin tinggi, apalagi di Indonesia dan akun-akun telur itu marak bermunculan ketika berhadapan langsung dengan pilkada," ujar Fadil dalam diskusi publik di Hotel Bidakara, Jl Jenderal Gatot Subroto, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (27/2/2017).
Menurut Fadil, era digital native seperti saat ini, ditambah maraknya akun telur (anonymous) yang mengutarakan hate speech, dapat memperkeruh kehidupan baik di dunia siber. Hal itu berujung tindakan anarkistis di dunia nyata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sepanjang 2016, Dirtipidsiber Bareskrim Mabes Polri telah menangani 18 kasus yang berkaitan dengan hate speech atau ujaran kebencian. Umumnya merupakan transisi permasalahan dari dunia nyata ke dunia maya.
"Ya sepanjang tahun 2016 ada 18 kasus yang kita tanganin, tapi baru beberapa yang bisa terungkap. Umumnya permasalahan personal di mana permasalahan dunia nyata pindah ke dunia maya, macam ejek-ejekan, pacaran, dan lainnya," jelas Fadil.
Selain itu, menurutnya, Dirtipidsiber Bareskrim Mabes Polri tengah mengembangkan unit baru yang lebih spesifik mengawasi permasalahan hate speech di media sosial.
"Bukan berarti kepolisian tidak mengantisipasi, tapi kita sedang mengembangkan unit yang lebih spesifik yang mengawasi keberagaman Indonesia. Karena hate speech lebih mengarah kepada intoleransi bangsa," tambahnya. (adf/asp)











































