Protes ini bermula ketika kelompok Ahmadiyah hendak melaksanakan salat Jumat di masjid mereka pada Jumat (24/2). Namun, karena masjid tersebut sudah disegel oleh Pemkot Depok, kelompok Ahmadiyah pun membubarkan diri.
"Kemudian, setelah itu datang sekelompok ormas Islam ke lokasi dan kita bubarkan karena lokasinya juga kan sudah disegel," ujar Kapolres Depok Kombes Herry Heryawan kepada detikcom, Jumat (24/2/2017) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam kegiatan tersebut, ada penolakan terhadap kegiatan Ahmadiyah," imbuh Herry.
Setelah kegiatan tablig akbar selesai, massa kemudian membentangkan spanduk dan menyebar sejumlah selebaran yang intinya menolak keberadaan Ahmadiyah dan menganggap sebagai aliran sesat.
Massa juga meminta Pemkot Depok memutus aliran listrik ke kelompok Ahmadiyah dan mendesak untuk mengeluarkan barang-barangnya dari Sekretariat Ahmadiyah.
"Kami seluruh warga Bedahan menolak keberadaan Ahmadiyah dan aliran sesat dalam spanduk ditandatangani warga," salah satu bunyi kalimat dalam spanduk tersebut.
Satpol PP Kota Depok didampingi Polresta Depok kemudian menurunkan spanduk yang dipasang ormas Islam tersebut.
Sementara itu, Ketua Komite Jamaah Ahmadiyah Indonesia Fitria Sumarni juga menyebarkan sejumlah selebar yang berisi pernyataan sikap Ahmadiyah atas penolakan ormas tersebut.
"Masjid Al-Hidayah berdiri sejak tahun 1999 terbuka untuk umum dan telah memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) sebagai tempat ibadah dan rumah tinggal sejak tahun 2007," tulis Fitria dalam selebaran tersebut.
Ia menyayangkan sikap masyarakat yang menolak kegiatan Ahmadiyah dan penyegelan Masjid Ahmadiyah oleh Pemkot Depok. Padahal, Fitri mengklaim, Ahmadiyah selama ini terlibat aktif dalam kegiatan sosial masyarakat Sawangan dan aktif bersilaturahmi dengan para tokoh dan ulama di Sawangan serta tidak pernah melanggar hukum apa pun.
"Penutupan paksa masjid oleh pihak Pemkot yang mendasarkan diri pada SKB 3 menteri dan turunannya sampai Perwali Depok tentang Ahmadiyah adalah tidak berdasarkan aturan yang benar," katanya.
"Tindakan penutupan paksa oleh pihak Pemkot Depok tidak berdasar keputusan pengadilan sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang sah serta masalah agama ada otoritas pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah, sesuai Undang-Undang Otonomi Daerah.
"Kami menyayangkan sikap Pemkot Depok yang diskriminatif dan tidak melaksanakan kewajibannya melindungi warganya melaksanakan ibadah dan hak berserikat dan berkumpul yang dijamin oleh negara melalui Undang-Undang Dasar," lanjut Fitria dalam selebaran tersebut.
Ahamdiyah juga meminta ketegasan sikap Presiden melalui Mendagri untuk memastikan pihak Pemkot Depok tidak menghalangi hak beribadah dan berkumpul komunitas Ahmadiyah sesuai keyakinannya termasuk di lokasi Masjid Al-hidayah yang dikelola JAl Depok. Ahmadiyah juga meminta aparat polisi menjamin keamanan dan kegiatan peribadatan kelompoknya itu.
Dalam upaya pengamanan itu, Kapolres meminta massa membubarkan diri. Setelah itu, massa ormas Islam yang menyampaikan protes itu kemudian membubarkan diri.
"Sekretariat Ahmadiyah masih kami jaga untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," tandas Herry. (mei/bag)











































