"Frame kunjungan luar negeri sekarang ini sudah diatur sebagai fungsi diplomasi, dicantumkan di MD3. Kesepakatan kita dengan Kemlu, armada luar negeri memang diperbanyak," ujar Fahri mengawali penjelasan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (24/2/2017).
"Aspek belajar ada, diplomasi juga ada. Tidak ada masalah, itu perlu alat ukur. Kunjungan elite negara ke negara lain tidak perlu menjadi kegelisahan utama kita," sambung Fahri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fahri kemudian menjelaskan alasan DPR tidak memanggil ahli ketimbang langsung melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. Menurut Fahri, kunjungan luar negeri punya makna lebih luas daripada hanya soal mencari ilmu.
"Landscape-nya bukan cuma ilmu, tapi diplomasi. Makanya kemudian negara yang dikunjungi, misalnya, negara yang punya tahapan pemilu yang lebih baik. Sebenarnya negara yang saya usulkan India. Dia sistem pemilu-nya, e-voting tapi murah," beber Fahri.
Kata Fahri, kalau 560 anggota DPR berkunjung ke luar negeri, harus dimasukkan variabel bahwa elite bangsa perlu melihat dunia luar. Masyarakat harus rela dan jangan hanya melihat sebuah bentuk kerugian.
DPR, kata Fahri, memangku masa depan bangsa. Karena itu, jangan memandang kunker DPR dengan skeptis.
"Kalau sekadar 560 orang, ini lembaga yang masa depan bangsa. Nggak usah memandang DPR kunker ke luar negeri dengan kacamata skeptik. Elite Indonesia perlu belajar melihat dunia luar. Kita sudah hitung, manfaatnya lebih besar," pungkas Fahri. (gbr/bag)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini