Dalam perjalanan saya ke Kota Gumi pada awal Februari 2017, seperti biasa saya singgah di rest area untuk sejenak melepas penat setelah duduk cukup lama di mobil, sambil bertandang ke toilet umum. Saya senang ke toilet karena memang di Korea Selatan dikenal bersih dan jumlahnya relatif banyak (tidak antre). Orang bilang, di Korea lebih mudah mencari toilet dibanding tong sampah.
Foto: M Aji Surya/detikcom |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Foto: M Aji Surya/detikcom |
Dari puluhan negara yang pernah saya kunjungi, swear, toilet umum ini adalah the best. Bagaimana tidak, selain sangat bersih, wangi, plus produknya baru, di berbagai pojokan ruangan terdapat etalase. Di dalamnya dipajang boneka dan manekin mainan anak-anak dalam skala yang bervariasi. Semua disorot dengan lampu sehingga menimbulkan rasa seolah berada di ruang keluarga saja, bukan di WC umum.
Saya sempat berpikir, pemerintah daerah ini kok sepertinya menghamburkan uang untuk hal-hal yang tidak perlu. Demi dekorasi satu WC umum saja mungkin bisa menghabiskan puluhan ribu dolar. Apa ini hanya "proyek" semata?
Foto: M Aji Surya/detikcom |
Dugaan saya tadi mulai terpatahkan pada minggu berikutnya saat saya mampir ke toilet umum rest area di kota lain. Kali ini saya lebih heran lagi. WC umumnya dihias sedemikian rupa menjadi semacam tempat pameran yang penuh keindahan. Mulai penataan warnanya, pilihan model toiletnya, hingga manajemen lighting-nya. Semua menunjukkan bahwa mereka tidak main-main dalam mendesain tempat buang hajat ini.
Saya pun kemudian teringat pada foto-foto infrastruktur Korea dari masa ke masa yang sering dipajang di banyak tempat. Pada tahun 1970-an terlihat jadul banget, tapi lama-kelamaan terus membaik dan kini bisa dikatakan terbang tinggi. Peradaban mereka terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan.
Perkara toilet umum bukanlah soal sepele. Inilah benchmark dari sebuah peradaban manusia. Kalau WC-nya masih di kali, tentu kita mafhum seberapa tinggi pendidikan mereka. Kalau sudah pakai toilet namun masih jorok, orang pun tahu di mana peradaban mereka. Tentu beda dengan yang punya WC bersih, wangi, dan indah.
Saya pun akhirnya sadar, melihat diri sendiri tidak perlu studi banding sampai mancanegara. Cukup melihat toilet di rumah. Dari situ kita tahu apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditingkatkan. (try/erd)












































Foto: M Aji Surya/detikcom
Foto: M Aji Surya/detikcom
Foto: M Aji Surya/detikcom