Tapi tak sedikit dari terpidana mati yang mengulur waktu eksekusi dengan mengajukan permohonan grasi. Menanggapi hal itu, pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Bandung, Agustinus Pohan berpendapat tidak ada yang bisa menghambat eksekusi hukuman.
"Saya kira putusan yang sudah inkrah bisa untuk dilaksanakan. Karena tidak ada upaya hukum apa pun yang bisa menghalang-halangi eksekusi," ujar Agustinus saat dihubungi detikcom, Kamis (23/2/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut saya tidak berpengaruh dan tidak menghambat pelaksanaan eksekusi, jadi ya laksanakan saja. Kalaupun mereka mengajukan grasi, itu tergantung pada Presiden, apa akan memberikan grasi atau tidak," jelasnya.
"Nggak usah nunggu-nunggu, laksanakan saja dulu. Karena memang seakan-akan ini menjadi hambatan, biasanya setelah Kejagung mempersiapkan eksekusi, mereka (terpidana) mengajukan grasi," sambungnya.
Sebelumnya Jaksa Agung HM Prasetyo belum dapat memastikan kapan eksekusi mati jilid IV dapat dilaksanakan. Menurutnya, para terpidana mati terus berusaha mengulur waktu dengan mengajukan permohonan grasi.
"Terus terang, mereka sekarang terus berusaha mengulur waktu dengan menggunakan regulasi baru dari ketentuan MK (Mahkamah Konstitusi) bahwa grasi tak lagi ada batas waktunya," ujar Prasetyo di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (22/2) kemarin. (adf/asp)











































