Hal itu disampaikan Aher seusai acara Konferensi Internasional dan Rapat Tahunan Ke-5 Forum Penyiaran Internasional (IBRAF) di Trans Luxury Hotel, Jalan Gatot Subroto, Bandung, Rabu (22/2/2017). "Media mainstream kan sudah ada yang mengawasinya, ada Dewan Pers, ada KPI. Tapi medsos yang tiap orang bisa menyebarluaskan apa pun di medsos-nya belum ada," ujarnya.
Menurutnya, diperlukan regulasi dan sanksi hukum yang jelas agar setiap orang tidak bebas memprovokasi atau menyebarkan informasi bohong melalui media sosialnya. "Berita hoax amat salah, tidak boleh. Itu hanya orang-orang jahat yang menyebarluaskannya," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, saat sambutan yang menggunakan dua bahasa, yaitu Inggris dan Arab, Aher menyatakan tema konvergensi yang menjadi bahasan utama rapat tahunan IBRAF tahun ini sangat relevan seiring dengan transformasi teknologi komunikasi pada era digital seperti saat ini.
"Munculnya ruang siber media merupakan lompatan kualitatif setiap orang dalam hal pencarian, mengakses, memproduksi, dan bereaksi terhadap informasi yang diterima. Ini jelas memperluas akses ke alat komunikasi era digital melalui teknologi komunikasi, sehingga segalanya lebih partisipatif," ujarnya.
Meski demikian, jika anugerah ini tidak dikelola secara baik dan benar, khususnya oleh para pengelola media broadcasting, bisa dengan mudah tercipta kondisi chaos informasi di masyarakat. "Karenanya, perlu penguatan literasi media, khususnya kepada masyarakat pengguna media massa," pungkasnya. (err/try)