"Unsur kesalahan dapat diperjelas dalam pertanggungjawaban sebuah korporasi, karena kesalahan merupakan unsur mutlak dari pemidanaan," kata Agustinus dalam seminar publik tentang 'Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dan Implementasi Perma 13 Tahun 2016' di Hotel Le Meridien, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (21/2/2017).
Agustinus lalu merujuk pada penjelasan Pasal 54 RKUHP, yang dengan sendirinya mengidentifikasi syarat atau kesalahan dalam korporasi. Hal itu terjadi karena tidak ada siapa pun yang tak bisa dijerat dengan hukum, termasuk korporasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi dengan adanya Perma ini, ada prosedur dalam korporasi untuk meminta pertanggungjawaban. Sekaligus memberikan perlindungan, jadi tidak perlu khawatir. Karena yang bisa dihukum hanya mereka memiliki kesalahan," sambungnya.
Menurut Agustinus, dalam praktik hukum, Perma 13 ini secara tidak langsung bisa memberikan perlindungan kepada korporasi. Sebab, terdapat langkah-langkah pencegahan yang bisa dilakukan, baik oleh direksi maupun pegawai, bila di kemudian hari melakukan tindak pidana.
"Jadi tidak adil kalau menjerat para profesional yang mungkin bisa mencari pengganti, tanpa memperbaiki perilaku korporasi itu sendiri. Karena tujuan Perma ini untuk membuktikan kesalahan korporasi," lanjutnya.
Dalam Perma ini nantinya diharapkan KPK menjadi standar bagi hakim di Pengadilan Tipikor ataupun hakim lain dalam menangani kasus yang melibatkan korporasi. Sebagai informasi, dalam Perma itu dinyatakan korporasi melakukan kesalahan yang dapat dipidana bilamana:
1. Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi.
2. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana.
3. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar, dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.
Subjek hukumnya adalah korporasi dan pengurus korporasi. Perma tersebut memberikan beberapa tingkatan hukuman, yaitu:
1. Denda kepada korporasi.
2. Bila korporasi tidak membayar denda, asetnya dapat disita dan dirampas.
3. Denda kepada pengurus korporasi.
4. Bila pengurus korporasi tidak membayar denda, diganti dengan kurungan penjara secara proporsional.
Selain itu, Perma No 13 Tahun 2016 mengatur seluruh proses eksekusi dijalankan sesuai dengan KUHAP. Adapun untuk perampasan barang bukti, sesuai dengan KUHAP, perampasan barang bukti dikelola Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). (adf/dhn)