"Yang mengurusi dari semuanya, urusan-urusan. Di situ ada semacam rakyat atau umat, ini mempercayakan urusannya kepada yang disebutkan," kata Miftahul dalam lanjutan persidangan di auditorium Kementerian Pertanian (Kementan), Jalan RM Harsono, Jakarta Selatan, Selasa (21/2/2017).
Hakim meminta Miftahul tak mengaitkan dulu pengertian pemimpin tersebut dengan kejadian di Kepulauan Seribu. Miftahul diminta mengibaratkan sedang memberi tahu murid-murid atau santri-santrinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi bukan pemimpin Pramuka, Palang Merah, RT, nah kalau RT bagaimana ahli? tanya hakim.
"Yang membuat kebijakan dan mencabut kebijakan itu yang dimaksud pemimpin," jawab Miftahul.
Sebelumnya Miftahul ditanya juga mengenai alasan turunnya ayat 51 dan kenapa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) disebutkan menista agama.
Miftahul lalu menjelaskan alasannya. Dia menyebut pada bagian pengucapan kata 'jangan percaya' yang disambung dengan 'dibohongi dengan ayat' dalam pidato Ahok itu yang dianggap menistakan agama.
"Karena di situ ada kata-kata 'jangan percaya' lalu disambung dengan 'dibodohi, dibohongi pakai ayat', sedangkan penyampainya ini tidak punya kompeten," jawab Miftahul.
(rna/dhn)