Dari foto yang diperoleh detikcom, Senin (20/2/2017), terlihat sejumlah buruh migran membawa spanduk-spanduk berisi protes dan berkumpul di Victoria Park, Hong Kong. Bahkan ada pula yang menggelar aksi di depan KJRI sambil membawa spanduk biru bertuliskan 'Jangan bicara tentang BMI tanpa akui dan lindungi BMI dalam hukum Indonesia'.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tindakan Fahri Hamzah, dalam hal ini, hakikatnya telah menunjukkan adanya indikasi bahwa para pembuat kebijakan di DPR RI, khususnya tim pengawas TKI, tidak memahami realitas kondisi buruh migran. Lebih buruk lagi, mereka mempunyai prasangka yang merendahkan buruh migran, khususnya pekerja rumah tangga yang rentan kekerasan," papar Sringatin dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Senin (20/2).
Sringatin bersama teman-temannya pun menuntut mereka dilibatkan dalam pembahasan revisi UU No 39 Tahun 2009 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Dia berharap revisi UU tersebut benar-benar melibatkan buruh migran secara langsung sehingga DPR paham apa yang menjadi tuntutan mereka.
"Kami berharap kedatangan mereka kali ini tidak hanya formalitas atas respons terhadap protes yang kami sampaikan beberapa waktu lalu. Tapi sudah waktunya, DPR RI selaku perwakilan rakyat melibatkan buruh migran secara langsung dalam pembuatan kebijakan yang bersangkutan dengan kepentingan buruh migran," kata Sringatin.
Sementara itu, Fahri Hamzah melalui keterangan tertulis mengatakan kunjungan bersama 11 anggotanya itu dalam rangka menggali dan mengidentifikasi permasalahan buruh migran pada masa penempatan. Ada tiga hal utama yang diagendakan oleh Timwas TKI DPR itu. Pertama, pertemuan dengan konsorsium asuransi yang menjamin ganti rugi terhadap TKI atas segala kerugian dan musibah.
Timwas meminta konsorsium asuransi transparan tentang apa saja yang mereka terima dari iuran asuransi yang jumlahnya Rp 300-400 ribu per TKI. Kedua, terkait dengan perlindungan hukum terhadap TKI di luar negeri. Dari data yang dilaporkan BNP2TKI, tenaga dan dana yang ditanggung pemerintah sangat kecil. Timwas TKI ingin memastikan bahwa jumlah bantuan hukum melalui aparat dan dana dapat ditingkatkan.
Ketiga adalah rapat dengan otoritas data dan imigrasi. Sebab, salah satu akar masalah manajemen TKI adalah identitas ganda. Perdagangan manusia bermula dari tidak adanya data warga negara yang baku, dan akhirnya warga negara menjadi komoditas.
Dalam kesempatan itu, Fahri sempat mendengarkan keluhan Herlina, warga Bima, yang merasa dijebak kasus tuduhan pencurian kepada majikannya.
"Setidaknya harus ada kesadaran yang menyeluruh bahwa seluruh pekerja Indonesia di luar negeri, khususnya di Hong Kong, adalah bersaudara dan Konsulat Jenderal RI di Hong Kong adalah semacam orang tua, yang mengayomi warga negaranya. Negara, dalam hal ini diwakili oleh Konsulat Jenderal, harus tampak tegas dan berwibawa dalam menghadapi atau membela tenaga kerja yang bermasalah di Hong Kong," kata Fahri dalam rilisnya.
Fahri juga menemukan sistem perlindungan tenaga kerja Indonesia belum berjalan secara optimal. Banyak agen-agen penempatan TKI di Hong Kong yang masih mengabaikan hak-hak TKI dan pelanggaran kontrak.
"Tentu ini akan menjadi masukan berharga dalam perbaikan sistem dan regulasi terutama yang saat ini sedang dibahas di DPR, yaitu RUU Penempatan dan Perlindungan TKI Luar Negeri," ujarnya.
Dalam kegiatan di Hong Kong itu, timwas mengadakan pertemuan dengan Pekerja Migran Indonesia di Aula St Paul's Convent School Causeway Bay serta mengunjungi Kawasan Central dan Victoria Park, yang sangat ramai dipadati TKI di hari libur. Kegiatan Timwas TKI di Hong Kong sendiri saat ini masih berlangsung. (ams/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini