Dari tujuh anak yang dibebaskan empat orang sudah dijemput keluarganya. Tiga orang masih belum teridentifikasi keluarganya.
"Yang empat teridentifikasi, 4 anak besok pulang K (10), M (13), Y (5), Y (7), yang tiga tidak teridentifikasi, CR 5 tahun JH 5 tahun Y 9 tahun," Kata Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, di Media Center Komnas Anak, Jl TB Simatupang, Jakarta Timur, Minggu (19/02/17).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Korban inisial M mengaku jika tidak mampu mengurus ke enam adiknya, tidak diberi makan, diancam untuk minum air pel, nanti akan ada laki-laki yang perkosa, tidurnya di lantai," kata dia.
Arist menjelaskan pengelola SK ini berniat melakukan sebuah aksi kemanusiaan berbentuk sekolah misi terhadap anak papua. Meski begitu ibunya masih dimintai uang dengan alasan untuk biaya sekolah.
"Namun praktiknya tidak begitu. Ibunya masih dimintai uang untuk sekolah. Praktiknya keluarga ini masih lengkap namun diperkenalkan sebagai yaitm piatu," kata dia.
Sebelumnya SK memang sudah kenal dekat dengan keluarga korban. Ia mengaku sudah mempunyai anak asuh selain di Jakarta.
"Pelaku punya anak asuh sekarang sudah SMA, di Yogja dan di Malang. Atas dasar itu kami percaya, setelah dikasih ternyata hasilnya seperti ini," kata Yunita Dumara orang tua K.
Arist mengimbau kepada warga yang berada di Papua agar tidak percaya begitu saja untuk menyerahkan anaknya.
"Belajar pada peristiwa, sekolah misi, ada praktek eksploitasi yang dilakukan atas nama itu. Ini adalah yang terjadi. Kita berharap masyarakat jangan cepat percaya atas nama agama untuk menyerahkan anaknya," imbau Arist.
(rvk/erd)











































