Siti adalah penyandang disabilitas. Tanpa kedua tangan dan kakinya, selama ini ia beraktivitas sebagai seorang pengemis.
Siti mengaku sudah mengemis selama belasan tahun. Menurutnya, mengemis bukanlah keinginannya karena ia berharap bisa bekerja layaknya orang lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Namun, karena keterbatasan fisik yang dimiliki, ia terpaksa turun ke jalan untuk mengemis. Selain untuk biaya membesarkan anak, ia menghidupi kedua orang tuanya untuk kebutuhan sehari-hari.
"Sejak ditinggal suami, saya jajaluk (mengemis). Uangnya saya simpan, selain untuk ke orang tua, saya pakai untuk keperluan anak, sebagian saya gunakan juga untuk keperluan sehari-hari," tutur Siti saat disambangi detikcom di kediamannya, Kamis (16/2).
Mantan suami Siti kini sudah menikah lagi. Siti menyebut suaminya tidak pernah memperhatikan kondisi putranya. Dia mengaku diceraikan suaminya ketika hamil 7 bulan atau 11 tahun yang lalu.
Dalam sehari, Siti biasa mendapatkan uang hasil mengemis Rp 20-50 ribu. Ia biasa mengemis di halaman parkir sebuah minimarket tak jauh dari tempat tinggalnya.
"Kalau hari libur bisa sampai Rp 80- 100 ribu," imbuhnya. Tempat Siti mengemis memang tidak jauh dari lokasi wisata Pantai Apra Sindangbarang. Tak heran, saat libur tiba, banyak pelancong yang datang dan kondisi ini dimanfaatkan Siti untuk mengemis.
Hidup yang dijalani Siti akhirnya berubah saat rombongan seni budaya yang dibawa Dedi melakukan pertunjukan di alun-alun Kecamatan Sindangbarang. Siti, yang menyukai acara Calung Sunda, ikut menonton bersama warga lainnya. Saat itu, karena kondisi fisiknya, Siti berada di barisan paling depan, dekat dengan panggung hiburan budaya yang dibawa Dedi.
"Saya nonton di barisan paling depan supaya bisa melihat pertunjukan. Ketika baru setengah jalan, tiba-tiba Kang Ohang (pelawak Sunda) melihat saya, lalu turun dari atas panggung. Dia ngajak saya naik, tapi karena malu, saya menolak," lanjutnya.
Saat itu, Dedi, yang tengah berada di atas panggung, ikut turun dan mengajak Siti nonton dari panggung. "Saya masih menolak, tahu-tahu saya digendong oleh beliau lalu dibawa naik ke atas panggung. Di sana saya ditanya-tanya kerja apa, punya anak atau belum. Ketika saya bilang pekerjaan saya mengemis untuk biaya anak sekolah, Pak Dedi langsung nangis dan meraih (memeluk) saya," cerita Siti seraya menitikkan air mata.
![]() |
Pertemuan malam itu membuat kehidupan Siti berubah. Keesokan harinya, anggota rombongan 'Dangiang Ki Sunda' datang ke kediaman Siti. Selain menitipkan pesan agar Siti tidak mengemis lagi, dia dibekali uang untuk membuat warung dan biaya keperluan anaknya.
"Saat itu saya langsung menangis. Pak Dedi nitip pesan saya jangan sampai mengemis lagi, dan itu saya lakukan. Sekarang saya memilih diam di rumah jaga warung," ucapnya.
Kaki Palsu
Siti berharap memiliki kaki palsu karena dia ingin mengambil rapor anaknya. Selama ini yang mengambil rapor putranya yakni ibunya, Rokiah (76).
"Saya ingin antar anak ke sekolah ketika musim kenaikan kelas. Sejak kelas 1 SD saya belum pernah ngambilin rapor anak. Mungkin kalau saya punya kaki palsu banyak hal lain yang bisa saya lakukan," lanjutnya.
Namun Siti tak mau terlalu jauh berharap. Namun dengan kondisi serba terbatas nyaris semua pekerjaan rumah bisa dia lakukan. "Saya bisa nyuci piring, menanak nasi, ngepel. Pokoknya hampir semua pekerjaan rumah bisa saya lakukan," tutupnya.
![]() |
(nwy/mpr)