"Semua data fisik e-KTP palsu berbeda dalam data center. Orangnya mengisi secara manual. Saat ini database kita aman, tidak ada log dan kebocoran, tidak ada hacker," ucap Zudan di Gedung A Kemendagri, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (13/2/2017).
Dia pun menampik adanya anggapan bahwa data e-KTP palsu itu didapat dari server Kemendagri. Dia menduga data itu didapat dari website KPU.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Zudan menduga data pada fisik e-KTP palsu yang ditemukan juga berasal dari kartu keluarga yang hilang. Menurutnya, KK yang mengalami kesalahan pada pengisian data juga disinyalir menjadi sumber data yang digunakan pelaku.
"Atau datanya diperoleh dari KK yang hilang atau salah entry tapi tidak dimusnahkan," imbuhnya.
Dirjen Dukcapil: Temuan e-KTP untuk Mengecoh Kita
Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta berhasil menemukan paket 36 e-KTP palsu yang dikirim dari Kamboja, Kamis (9/2). Dirjen Dukcapil Kemendagri Zuldan Arif Fakrulloh menduga hal itu hanya sebagai pengecohan.
"Saya duga itu ingin mengecoh kita. Dicetak di sini, mungkin di daerah Senen, Pramuka, atau di mana saja, dibawa ke Kamboja, kemudian dibawa lagi ke sini. Seolah-olah ada impor biar lebih heboh," ujarnya di Gedung A Kemendagri, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (13/2).
Zuldan menyatakan tidak terdapat jual-beli blangko terkait dengan penemuan e-KTP palsu itu. Dia pun berpendapat e-KTP palsu tersebut tidak akan digunakan untuk keperluan Pilkada DKI 2017.
"Saya lihat dari jumlah, jika dikaitkan dengan Pilkada, maka jumlahnya sangat kecil, hanya 36. Hampir mustahil bisa mengangkat perolehan suara," imbuhnya.
Jika dikaitkan dengan Pilkada, Zuldan mengatakan pengamanan di TPS sangatlah ketat. Menurutnya, niat itu tidaklah mungkin terjadi karena risikonya pun sangat besar.
"Untuk memilih pada 1 jam terakhir bagi penduduk yang namanya belum ada di DPT, pengamanan di TPS juga berlapis. Risiko politik dan hukumnya sangat besar, ada pidana pemilu dan pemalsuan dokumen," tuturnya.
Dia menduga penerbitan e-KTP palsu oleh oknum yang belum diketahui identitasnya itu digunakan untuk hal lain. Zuldan berpendapat kemunculan e-KTP palsu pada momen Pilkada DKI hanya memperkeruh suasana menjelang pemilihan.
"Saya menduga untuk penipuan yang lain, misal di bank yang belum bekerja sama dengan Dukcapil. Bisa jadi, pelaku ingin mendelegitimasi Kemendagri dan memperkeruh suasana Pilkada DKI," ucapnya.
Dari temuan Ditjen Dukcapil Kemendagri, 36 e-KTP palsu berasal dari 10 kecamatan dan 20 kelurahan di DKI Jakarta. Menurut Zudan, tidak ada kelurahan atau kecamatan dengan data pemalsuan tertinggi.
"Beberapa kelurahan yang dimaksud antara lain Kelurahan Kapuk (Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat), Kelurahan Karet Tengsing (Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat), Kelurahan Petamburan (Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat), Kelurahan Tanah Tinggi (Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat), Kelurahan Cempaka Baru (Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat), Kelurahan Kemayoran (Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat), Kelurahan Kartini (Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat) dan Kelurahan Karang Anyar (Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat)," tuturnya. (rvk/idh)











































