Peacetival 2017, Terobosan Makassar Menuju Kota Welas Asih

ADVERTISEMENT

Peacetival 2017, Terobosan Makassar Menuju Kota Welas Asih

Muhammad Nur Abdurrahman - detikNews
Senin, 13 Feb 2017 11:31 WIB
Foto: M Nur Abdurrahman/detikcom
Makassar - Makassar menggelar Peacetival 2017. Ajang itu diharapkan membawa Makassar menuju Kota Welas Asih atau Compassionate City.

Peacetival 2017 digelar oleh Peace Generation dan Gerakan Islam Cinta. Acara tersebut diselenggarakan di pelataran Mall Ratu Indah, jalan Ratulangi, Makassar, Minggu (12/2/2017).

Kota Welas Asih atau Compassionate City merupakan sebuah kota yang berkomitmen membuat rencana konkret untuk membawa prinsip-prinsip kasih sayang dalam setiap aspek kehidupan masyarakatnya. Gerakan 'charter of compassionate city' ini lahir karena keprihatinan melihat kondisi dunia yang penuh kekerasan dan kebencian.


 Peacetival 2017, Terobosan Makassar Menuju Kota Welas AsihFoto: M Nur Abdurrahman/detikcom


Wali Kota Makassar Ramdhan 'Danny' Pomanto mendukung kotanya menjadi Kota Welas Asih. Menurut Danny, nilai-nilai perdamaian dan kasih sayang telah menjadi bagian dari sejarah yang dicetuskan leluhur orang Makassar. Nilai-nilai kedamaian di Makassar juga tergambar dari hasil survei indeks kebahagiaan warga Makassar yang dilakukan Celebes Reseach Center dengan hasil mencapai 75,21 di tahun 2016 dan pertumbuhan ekonomi Makassar sebanyak 8 persen.

"Tokoh-tokoh perdamaian dunia yang ada di Peacetival seperti Mahatma Gandhi dan Nelson Mandela tidak lepas dari nilai-nilai perdamaian yang diajarkan leluhur orang Makassar yang dibuang ke Afrika Selatan, Syekh Yusuf Al Makassari. Kami kenang jasa-jasanya dengan membuat patung Syekh Yusuf dan Gandhi di Pantai Losari," ujar Danny, Senin (13/2/2017).

Selain Danny, sejumlah tokoh turut hadir seperti Prof Mochtar Pabottingi, founder Peace Generation Eric Lincoln, sastrawan Aan Mansyur, tokoh lintas agama Yongris, cendekiawan muslim Haidar Bagir dan founder klub suporter PSM Makassar, The Macz Man, Ocha Alim. Para tokoh ini mendiskusikan fenomena sosial, seperti tren hoax dan perilaku intoleran yang marak saat ini.

Menurut Mokhtar Pabottingi, fenomena di media sosial tidak ada lagi otoritas. Karena itu anak SD sudah merasa sama pintarnya dengan seorang guru besar. Orang bodoh sudah tidak merasakan kebodohannya.

"Moralitas dan etika saat ini tidak ada dalam konvergensi empat celaka, yakni: pilkada, politik uang, radikalisme dan media sosial. Negeri ini milik kita bersama, bangsa di mana kita berdiri, kebajikan harus dijunjung bersama," tutur peneliti senior LIPI ini.

Acara Peacetival 2017 tersebut juga diisi dengan festival keberagaman seperti aksi teatrikal dari komunitas Rumata, paduan suara dari SMP Lazuardi yang menyanyikan lagu perdamaian, serta dongeng dan permainan anak bertema perdamaian.

(mna/nwy)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT