"Terkait pelanggaran pemilu, ada 105 yang laporan maupun temuan yang sudah kami tindak lanjuti. Dan sisanya masih ada yang dalam proses," kata Koordinator Divisi Hukum Penindakan dan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri di kantornya, Jalan Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (10/2/2017).
Jufri menambahkan, 105 laporan tersebut terdiri dari dari 37 laporan yang disampaikan dari masyarakat umum atau dari tim kampanye paslon dan 68 temuan lainnya didapatkan oleh tim Bawaslu yang ada di lapangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari 105 laporan dan temuan yang sudah kita temui, ada 43 yang merupakan bukan pelanggaran karena laporannya tidak dilengkapi dengan bukti-bukti dan ada juga ada laporan yang sudah lewat tenggat waktu atau kadaluarsa," tuturnya.
Lalu, lanjutnya, ada 53 pelanggaran administrasi yang terjadi. Semuanya sudah diserahkan kepada KPU DKI Jakarta atau KPU kabupaten/kota maupun juga panitia pemilihan kecamatan (PPK).
Selain itu ada 2 kasus pelanggaran yang sudah diserahkan kepada pihak penegak hukum. Salah satunya adalah kasus penghadangan kampanye yang fialami oleh Cagub nomor urut 2, Basuki Tjahaja Purnama ketika di Kembangan, Jakarta Barat.
"Kemudian ada 2 pelanggaran pidana yang sudah diserahkan ke pihak kepolisian dan itu juga sudah divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat tentang kegiatan kampanye di Kembangan," ucapnya.
Selain itu, pelanggaran lainnya ialah terkait keterlibatan aparatur sipil negara, pelibatan anak dalam kampanye, kampanye di iklan televisi atau radio. Namun, terkait pelanggaran iklan, menjadi kewenangan dari pihak Komisi Penyiaran Indonesia.
Jufri mengatakan, jenis pelanggaran yang paling banyak dilakukan adalah terkait kampanye tanpa pemberitahuan. Selanjutnya disusul dengan penghadangan kampanye.
"Dari 105, kita sudah klasifikasikan pelanggaran. Yang pertama adalah pelanggaran kampanye berupa pemberitahuan yang tidak disampaikan kepada KPU dan Bawaslu. Kedua, kebanyakan penolakan dan penghalangan kampanye," kata Jufri.
"Lalu permasalahan daftar pemilih, kemudian pelibatan anak, penggunaan fasilitas negara, iklan kampanye, politik uang, isu SARA, kampanye di tempat ibadah, kampanye di luar jadwal, pelibatan ASN, kode etik dan perusakan atau penghinaan alat peraga kampanye," sambungnya menyebutkan. (jbr/rvk)











































