Berdasarkan laporan tahunan MA 2016 yang dikutip detikcom, Jumat (10/2/2017), sengketa IKEA vs IKEA lokal itu masuk kategori putusan landmark decisions. Perkara Nomor 264 K/Pdt.Sus-HKI/2015 itu diadili oleh ketua majelis hakim agung Syamsul Maarif dengan anggota Abdurrahman dan I Gusti Agung Sumanatha.
Posisi kasus yaitu ketika IKEA internasional, yang bermarkas di 2 Hullenbergweg, Belanda, menggugat perusahaan Surabaya, PT Ratania Khastulistiwa. IKEA internasional adalah singkatan dari:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kamprad
Elmatayd
Agunnaryd
sedangkan IKEA lokal adalah kependekan dari:
Intan
Khastulistiwa
Esa
Abadi.
Baca Juga: MA Cabut Merek IKEA di Indonesia, IKEA Alam Sutera: We Trust Government
![]() |
Atas sengketa merek itu, Syamsul Maarif dkk memilih pemegang merek IKEA di Indonesia adalah perusahaan Surabaya. MA menilai putusan ini memiliki dua kaidah hukum mengapa layak dijadikan landmark decisions, yaitu:
1. Merek yang tidak digunakan oleh pemiliknya selama 3 tahun berturut-turut sejak tanggal pendaftaran, dapat dihapus dari Daftar Umum Merek, didasarkan pada hasil survei pasar, tanpa perlu mempertimbangkan kredibilitas lembaga surveinya.
2. Pengetahuan hakim di luar persidangan tidak diakui sebagai fakta hukum.
Poin nomor dua di atas seolah untuk menepis pendapat hakim agung I Gusti Agung Sumantaha. Dalam putusan itu, Sumantha menilai seharusnya IKEA internasional yang menang dengan asumsi telah berdiri toko IKEA di Jalan Alam Sutera, Tangerang. Namun, berdasarkan adagium 'pengetahuan hakim di luar persidangan tidak diakui sebagai fakta hukum', maka alasan Sumanatha ditolak majelis.
Laporan tahunan MA 2016 itu disampaikan dalam sidang paripurna MA di gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (9/2) kemarin. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini