Dalam putusan pada Mei 2015, Haswandi juga menyatakan segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh KPK yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Hadi Poernomo tidak sah.
Putusan itu dilawan KPK dengan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Apa kata MA?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut MA, pertimbangan itu telah melampaui wewenangnya dan dapat dikualifikasikan sebagai mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa. Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor.
MA juga mendasarkan pertimbangannya pada Pasal 2 ayat 3 Peraturan MA Nomor 4 Tahun 2016 yang menyatakan:
1. Pemeriksaan praperadilan tentang sah tidaknya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah dan tidak memasuki meteri perkara.
2. Putusan praperadilan yang mengabulkan penetapan tersangka, tidak menggugurkan kewenangan penyidik menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi, setelah memenuhi sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah yang berkaitan dengan materi perkara.
"Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut di atas, PN Jaksel tidak berwenang untuk menghentikan penyidikan yang diajukan oleh pemohon PK (KPK) terhadap termohon PK (Hadi Poernomo)," cetus majelis PK yang diketuai hakim agung Salman Luthan, dengan anggota MS Lumme dan Sri Murwayuni. Duduk sebagai panitera pengganti, Agustina Dyah P.
Sebagaimana diketahui, KPK menetapkan Hadi sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia Tbk tahun 1999 sehingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 375 miliar dan menguntungkan pihak lain. Oleh Haswandi, penetapan tersangka itu dibatalkan. (asp/fdn)











































