"Penyadapan itu hanya sah atas perintah UU. Tanpa diberi kewenangan oleh UU, penyadapan itu tidak sah. Tetapi, walaupun diberi kewenangan oleh UU, harus juga ada sistem SOP yang jelas," ujar Hamdan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2017).
Baca Juga: Soal SBY Telepon Ma'ruf Amin, Ahok: Saya Hanya Disodori Berita
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga ada pelanggaran itu bisa dikontrol, karena penyadapan itu, prinsip dasarnya, penyadapan itu melanggar konstitusi. Kecuali diperbolehkan. Karena itu menyangkut hak-hak dasar, tidak boleh dilanggar," jelas Hamdan.
"Bila tidak sesuai UU, penyadapan itu tidak bisa dijadikan bukti. Maka tidak ada gunanya, sama dengan pidana. Jadi, kalau ada mereka pembicaraan seseorang tanpa kewenangan, sampai di mana tidak bisa jadikan bukti," sambungnya.
Baca Juga: Merasa Disadap, SBY Minta Jokowi Beri Penjelasan
Sebelumnya, saat menjadi saksi ahli dalam kasus penistaan agama, Ma'ruf Amin ditanyai soal adanya permintaan dari SBY untuk mengeluarkan sikap keagamaan MUI. Ma'ruf berkali-kali membantahnya.
"Karena sudah beberapa kali ditanya dan dijawab sama, kami berikan buktinya. Kalau memang ini benar sesuai bukti, Anda memberi kesaksian palsu," ujar pengacara Ahok di persidangan, Selasa (31/1).
Ahok juga ikut bicara menanggapi pernyataan Ma'ruf. Ahok mempertanyakan adanya telepon dari SBY ke Ma'ruf, yang salah satunya terkait pertemuan Agus Yudhoyono-Sylviana Murni dengan PBNU.
"Meralat tanggal 7 Oktober ketemu paslon nomor 1, jelas-jelas itu mau menutupi Saudara Saksi, menutupi riwayat hidup pernah menjadi Wantimpres SBY. Tanggal 6 (Oktober) disampaikan pengacara saya, ada bukti telepon (dari SBY) untuk minta dipertemukan. Untuk itu, Saudara Saksi tidak pantas menjadi saksi, tidak objektif lagi ini, sudah mengarah mendukung paslon 1," kata Ahok dalam sidang menanggapi kesaksian Ma'ruf. (dkp/imk)











































