"Saya kira itu hal yang baik. Saya setuju bahwa hakim MK jangan yang berasal dari parpol. Untuk mencegah kemungkinan adanya konflik kepentingan," kata Jasin saat berbincang via pesan singkat, Senin (30/1/2017).
Jasin menyatakan konflik kepentingan harus dihindari. Pihak pemerintah akan membentuk panitia seleksi (pansel) untuk mencari pengganti Patrialis, yang sudah menjadi tersangka kasus suap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebaiknya pemerintah juga mengundang masyarakat dan dunia kampus untuk memberikan nama-nama orang yang profesional dan berintegritas," tutur Jasin.
Namun pansel akan dibentuk setelah surat pemberhentian Patrialis dari MK diterima pihak kepresidenan.
"Harus menunggu pemberhentiannya, sehingga pembentukan pansel punya dasar hukum yang jelas," kata Johan.
Sebelumnya, mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie berpandangan hakim konstitusi haruslah sosok negarawan, sebaiknya bebas parpol, atau paling tidak sudah lama tidak berparpol.
"Maka kita harus evaluasi rekrutmen prosedur dan kualifikasi apakah negarawan itu boleh politikus. Menurut saya, jangan. Kalau dia orang partai, harus berhenti, minimal lima tahun sudah berhenti dari partai. Tapi masalahnya, apakah dari akademisi itu ideal? Belum tentu juga," kata Jimly saat berbincang, Sabtu (28/1) lalu.
Mantan Ketua MK Mahfud MD juga berpandangan pemerintah mengusulkan sosok akademisi saja untuk mengisi posisi yang ditinggal Patrialis. Soal hakim dari kalangan parpol, biarlah itu cukup diisi oleh hakim usulan dari DPR saja.
"Saya mengusulkan yang dari DPR itu kalau politikus silakan. Kalau dari pemerintah, saya usulkan akademisi. Dulu kan bagus hasilnya. Mukhtie Fadjar, Maria Farida, Haryono, itu dari pemerintah yang pertama. Lalu Asshiddiqie. Itu kan bagus-bagus," kata Mahfud.
Sebagaimana diketahui, Patrialis adalah hakim MK yang dulu pernah menjadi kader Partai Amanat Nasional (PAN). (dnu/asp)











































