"Guru besar harus publikasi ilmiah. Ini wajib dan akan kita pantau. Kalau tidak publikasi, tunjangannya akan dievaluasi," kata Nasir kepada wartawan setelah membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kemenristekdikti 2017 di Grha Sabha Pramana (GSP) Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, Senin (30/1/2017).
Nasir mengatakan, setelah berjalan lebih-kurang tiga tahun ini, Kemenristekdikti akan melakukan evaluasi pada November 2017. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perguruan tinggi mana saja yang sudah siap dan melaksanakan ataupun yang belum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Nasir, kewajiban publikasi karya ilmiah ini untuk mendorong para guru besar, lektor kepala, ataupun dosen mempublikasikan hasil-hasil penelitian atau kegiatan ilmiah mereka.
"Kalau tidak mau, tunjangan dana publikasi bisa ditahan atau tidak dikeluarkan. Tunjangannya juga akan dihentikan sementara, sampai ada publikasi ilmiah," katanya.
![]() |
Dia menambahkan Rakernas Kemenristekdikti tahun ini pertama kali diselenggarakan di luar Jakarta. Universitas di Yogyakarta, yakni UGM, UNY, ISI, dan UPN Veteran, menjadi tuan rumah rakernas.
"Tujuannya untuk memperkenalkan kepada publik Kemenristek itu menyatu dengan dikti serta inovasi dan riset apa saja yang telah dihasilkan oleh perguruan tinggi dan LPMK di bawah Kemenristek," katanya.
Dalam rakernas ini, lanjut Nasir, dilakukan pula evaluasi kinerja tahun lalu dan rencana program tahun depan. Tahun 2017 merupakan tahun pertengahan periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ketiga dari RPJMN 2015-2019.
"Sasaran utamanya adalah bagaimana menciptakan daya saing bangsa. Kita lihat dari aspek skill worker atau tenaga kerja terampil lulusan perguruan tinggi yang sesuai dengan kompetensi serta mendorong berbagai inovasi dan riset. Riset-riset kita downstream dan commercialized. Tidak cukup dipublikasi saja," pungkas Nasir. (bgs/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini