"Sepanjang tahun 2016, SETARA Institute mencatat 208 peristiwa pelanggaran KBB dengan 270 bentuk tindakan yang tersebar di 24 provinsi", ujar peneliti KBB SETARA Institute Halili dalam diskusi mengenai kondisi KBB dan minoritas keagamaan Indonesia 2016 di kantor SETARA Institute, Jl Hang Lekiu II, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (29/1/2017).
Halili menyebut bahwa Jawa Barat menjadi provinsi dengan tingkat pelanggaran terbesar dengan 41 peristiwa. Pelanggaran dengan angka tinggi juga terjadi di DKI Jakarta dengan 31 peristiwa dan Jawa Timur 22 peristiwa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya dia juga menjelaskan bahwa ada 140 dari 270 tindakan pelanggaran melibatkan para penyelenggara negara sebagai aktornya. 123 Di antaranya tindakan aktif dan 17 lainnya tindakan pembiaran.
"Pernyataan-pernyataan pejabat publik yang provokatif termasuk tindakan aktif negara. Aktor negara yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah Kepolisian dengan 37 tindakan," katanya.
Dia juga menyatakan bahwa 130 sisanya dilakukan oleh aktor nonnegara. Kelompok warga merupakan kelompok yang melakukan tindak pelanggaran tertinggi dengan 42 tindakan.
"Semua tindakan kelompok warga dikategorikan sebagai tindak pidana, sehingga secara teoritik tidak sulit untuk diproses sesuai hukum positif. Kelompok lima teratas yang melakukan pelanggaran itu adalah Aliansi Ormas Islam, MUI, FPI dan perusahaan," sebutnya.
Menurut Halili sepak terjang pemerintahan Jokowi-JK yang awalnya memberikan harapan baru kepada masyarakat mengenai KBB pada realisasinya belum mampu membawa perubahan yang signifikan. Dia menyebut pemerintah belum menyikapi serius persoalan ini yang menurutnya merupakan bom waktu yang harus segera dihentikan.
"Harus ada tindakan serius oleh pemerintah agar tindakan pelanggaran terhadap KBB ini bisa berhenti, karena Indonesia saat ini kondisinya sudah sangat memprihatinkan", jelasnya.
Pada diskusi tersebut SETARA Institute memberikan lima proposal rekomendasi. Pertama agar pemerintah merancang, mengagendakan dan melakukan optimalisasi peran guru dan dosen untuk membangun pendidikan Bhineka Tunggal Ika.
"Yang kedua, pemerintah harus memposisikan aparatnya, khusus Kepolisian dan pemerintah lokal sebagai garda terdepan penegakan huku. Selanjutnya menjamin keadilan berdasarkan Pancasila dan UUD 45, mengoptimalkan fungsi edukasi dan memperkuat inisiatid pelaksanaan dialog setara antar kelompok agama", pungkasnya.
Selain Halili juga hadir sebagai narasumber wakil ketua SETARA Institute Bonar Tihor Naipospos dan peneliti KBB SETARA Institute Sudarto. (tor/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini