"Apa yang dilakukan oleh Akil Mochtar dan Patrialis Akbar, saya menyatakan ini pengkhianatan tertinggi pejabat publik terhadap Republik. Dia mengkhianati konstitusi, amanat rakyat, dan kepercayaan publik karena membangun kepercayaan tidak mudah," kata Suparman dalam diskusi yang digelar Populi Center di Gado-gado Boplo, Jalan Gereja Theresia No 41 Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1/2017).
![]() |
Dalam diskusi dengan tema 'Lagi, Korupsi di Mahkamah Konstitusi?' ini, Suparman menyebut MK adalah identifikasi dari konstitusi. Oleh sebab itu, perilaku hakim konstitusi adalah cerminan dari konstitusi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengemukakan syarat menjadi hakim MK sudah berat. Namun dia menduga ada pihak yang tidak menginginkan syarat-syarat itu terpenuhi.
"Syarat jadi hakim MK dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi di Pasal 15 berat sekali. Tidak punya kepribadian tercela, punya integritas, dan negarawan. Sebenarnya ini bisa diterjemahkan ketika mekanisme dilakukan. Banyak kan anak bangsa punya syarat ini, tapi sebagian orang seperti tidak doyan dengan orang-orang seperti ini atau sebaliknya, pasti ada yang salah terkait mekanisme, terbuang sia-sialah sumber daya bangsa seperti ini," ungkap Suparman.
KPK menduga Patrialis Akbar menerima hadiah atau janji senilai USD 20 ribu dan SGD 200 ribu. KPK menyita dokumen pembukuan perusahaan, catatan-catatan dan aspek lain yang relevan dengan perkara, voucher pembelian mata uang asing, dan draf putusan perkara nomor 129/PUU-XIII/2015 yang merupakan nomor perkara uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dalam kasus itu, Patrialis dan Kamaludin dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian terhadap Basuki dan Feni, KPK mengenakan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (aan/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini