"Dahulu, awalnya mereka hanya bermain di DPR. Tetap, setelah ada MK, mereka juga harus mengamankan MK," kata pengamat hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Jumat (27/1/2017).
Kewenangan MK yang bisa membatalkan UU atau meluaskan dan menyempitkan tafsir UU membuat pasar KKN legislatif bergeser. Orang DPR yang mengetahui seluk-beluk tersebut ketika menjadi hakim konstitusi membawa modus dagang pasal ke MK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal, seharusnya, setelah menjadi hakim konstitusi, orang parpol itu harus memutus jaringannya. Ini tidak dilakukan Patrialis," ujar Direktur Puskapsi Universitas Jember itu.
Setelah perkara masuk ke MK, hakim konstitusi cita rasa politikus lalu mulai bermain peran. Mereka seakan-akan bisa mempengaruhi MK, padahal hal itu sangat tidak mungkin bisa dilakukan.
![]() |
"Independensi hakim konstitusi itu setara. Ketua MK tidak bisa mengintervensi. Tidak bisa Ketua MK menakuti-nakuti akan memutasi hakim konstitusi apabila berseberangan atau mengurangi hak-hak tunjangannya. Semua perkara diputus oleh sembilan hakim konstitusi, mereka sederajat," cetus Bayu.
Modus di DPR diyakini dipraktikkan Patrialis Akbar. Setiap hasil rapat permusyawaratan hakim dijual kepada pihak yang berkepentingan. Padahal putusan final tidak terpengaruh oleh godaan Patrialis.
"Modusnya, kemungkinan di pembicaraan awal rapat permusyawaratan hakim (RPH), Patrialis sudah bisa memetakan siapa-siapa yang setuju dan tidak setuju. Diperkuat antarjeda waktu, kemudian info itu dijual," papar Bayu.
Oleh sebab itu, modus ala Patrialis harus memiliki jaringan yang bagus di luar. Salah satu yang bisa melakukannya adalah mantan politikus, yang sebelumnya memiliki jejaring dengan banyak pihak sewaktu di Senayan.
"Adapun langkah Ketua MK kemarin merupakan langkah yang cepat dan tepat. Beliau segera mengusulkan pemberhentian sementara Patrialis, membuka akses seluas-luasnya ke KPK, dan Dewan Etik segera melakukan sidang tanpa menunggu putusan berkekuatan hukum tetap. Dan ini baru pertama kalinya pimpinan lembaga tinggi negara melakukan permohonan maaf kepada bangsa Indonesia," pungkas Bayu.
Sebagaimana diketahui, tim KPK menangkap Kamaludin di lapangan golf Rawamangun pada Rabu (24/1) siang. Setelah itu, penyidik KPK menangkap Basuki di kantornya di Sunter. Pada malam harinya atau sekitar pukul 21.30 WIB, giliran Patrialis yang ditangkap saat berbelanja di Grand Indonesia. Mereka lalu digelandang ke KPK dan diperiksa hingga keesokan harinya.
"Demi Allah, saya betul-betul dizalimi. Nanti kalian bisa tanya sama Basuki. Bicara uang saja saya nggak pernah. Sekarang saya jadi tersangka. Bagi saya, ini adalah ujian, ujian yang sangat berat," ujar Patrialis setelah diperiksa KPK pada Jumat (27/1) dini hari tadi. (asp/rvk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini