Patrialis sebelumnya anggota DPR dari Fraksi PAN. Ia lalu dipilih menjadi Menkum HAM. Tapi, di tengah jalan dicopot. Setelah itu ia mendaftar hakim konstitusi lewat jalur DPR tapi gagal. Namun Patrialis akhirnya dipilih Presiden SBY menjadi hakim konstitusi.
"Saya kira harus selektif, yang jelas pola seleksi hakim konstitusi, mau itu dari DPR, MA, maupun Presiden. Betul-betul harus diseleksi, karena jadi hakim MK memang berat," ujar Mukhtie Fajar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sikapnya untuk kepentingan publik, negarawan bukan kelompok atau pribadi, harus punya integritas. Nah, ini paling sulit diukur seperti apa dan menguasai betul-betul hakim konstitusi serta bersikap adil," paparnya.
Belakangan, kata Mukhtie Fajar, mereka yang duduk di balik bangku hakim konstitusi telah didominasi orang politik. Sementara dulu, pada generasi pertama, MK lebih sering diisi dari kalangan akademisi.
"MK generasi pertama mayoritas orang perguruan tinggi, lalu sekarang bergeser ke politik. Misal Patrialis itu orang politik, dulu ngambil Pak Hamdan orang politik, kalau DPR jelas orang politik," ujarnya.
Sebelum Patrialis, Akil Mochtar juga ditangkap KPK. Ketua MK itu akhirnya dihukum seumur hidup dan kini menghuni penjara di LP Sukamiskin hingga akhir hayat.
Patrialis ditangkap KPK terkait dugaan suap dalam uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. KPK menyebut Patrialis diduga menerima uang suap.
Duit haram itu berkaitan dengan permohonan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ada 11 orang, termasuk Patrialis, yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilancarkan pada Rabu kemarin itu. Sampai saat ini, 11 orang itu tengah diperiksa secara intensif. (edo/asp)











































