Ditengok di blog pribadi Andika, dia mengkritik soal sumbangan sukarela untuk pembangunan sekolah. Dika tak setuju dengan kebijakan tersebut.
"Itu banyak yang ngeluh. Jadi begini, kalau sumbangan sukarela diperbolehkan di sekolah, tapi yang tidak diperbolehkan itu pungutan. Nah, kalau sumbangan sukarela itu harus transparan tapi sekolah tidak transparan, dia tidak kasih datanya, dan tidak ada yang tahu sampai sekarang sudah berapa yang didapat. Lalu saya melihat ketika ujian anak-anak yang belum lunas sumbangan sukarela itu tidak mendapatkan kartu UTS (ujian tengah semester) dan harus melunasinya. Saya sempat tanya ke guru yang dekat dengan Kepsek, kenapa kok ditahan? Jawabannya hanya, 'Itu bukan kapasitas Anda sebagai guru'. Kalau saya nanya langsung ke Kepsek, saya khawatir beliau tersinggung karena saya juga guru baru. Padahal sebagai seorang guru, saya wajib tahu kenapa anak didik saya tidak dapat mengikuti ujian hanya karena sumbangan," beber Dika saat dihubungi detikcom, Kamis (26/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau masalah parkir, itu katanya memang menyewa kepada warga, tapi kenapa kok nggak dikasih uang langsung ke warga saja langsung? Ini dikelola oleh sekolah. Per kendaraan dimintai Rp 2.000 sejak tahun 2014," ungkap Dika.
Sebelumnya, Kepala SMAN 13 Depok Mahmad Mahpudin membantah soal pungutan paksa untuk uang pembangunan. Menurutnya, hal ini sudah dikoordinasikan dengan orang tua murid. Mahmad juga membantah kabar bahwa Dika dimutasi karena melontarkan kritik.
"Itu tidak benar, kami tidak pernah meminta paksa bahwa siswa harus mengeluarkan sejumlah nominal uang untuk pembangunan. Kalau sumbangan sukarela memang ada, tapi itu sudah ada persetujuan dan kesepakatan oleh komite sekolah dan orang tua murid," ujar Mahmad saat ditemui detikcom di kantornya.
Gedung SMAN 13 Depok memang tampak sedang direnovasi. Ada bagian gedung yang masih dibangun. Sedangkan soal lahan parkir yang dikenai bayaran, Mahmad langsung memberi penjelasan.
"Itu kan lahan kami nyewa dengan warga sekitar dan bukan punya kami. Jadi warga yang memberikan tarif. Kalau sekolah ini belum ada lahan untuk parkir. Harusnya Pak Dika bisa bicara ke pihak sekolah dulu dan tanya kepada pihak sekolah, tapi ini tidak. Itu yang saya sayangkan," ungkap Mahmad. (bag/fjp)