Komunikasi melalui media sosial antara detikcom dan dua pemilik akun FB, Suryani dan Siti Zuhaerryah, untuk tabayun atau mediasi yang terjadi sejak posting-an tersebar tidak cukup. Karena itu, detikcom mendatangi Suryani dan Siti Zuhaerryah dua kali, 24-25 Januari 2017.
Kronologi peliputan hingga upaya mediasi bisa dibaca di sini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Video kesaksian mereka bisa disaksikan di bawah ini.
Anggota Dewan Pers, Nezar Patria, menilai tudingan itu tidak seharusnya terjadi. Sebab, ada mekanisme pengaduan, hak jawab, atau hak koreksi sekiranya ada berita yang dinilai tidak berimbang atau tak akurat. Publik bisa memanfaatkan skema prosedural tersebut.
"Tidak perlu menebar di media sosial. Karena kalau (tudingan) tidak benar, itu fitnah dan masuknya pidana. Yang dilakukan detikcom sudah benar, cross check dulu, dan tidak merespons berlebihan. Anggap saja (posting-an) itu merupakan masukan atau kritikan pembaca," kata Nezar, Rabu (25/1/2017).
Nezar menambahkan, di tengah derasnya informasi, publik diharapkan kritis. Harus menyaring info dan melakukan verifikasi mandiri. Jika ada berita yang meragukan, mereka diharapkan mengecek ke media terpercaya. Minimal 3-4 referensi.
"Media mainstream atau kredibel pasti ada pertanggungjawaban. Bisa diadukan ke Dewan Pers. Dan sanksinya berat jika memang benar membuat berita hoax," kata mantan Ketum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini.
detikcom berupaya menjaga akurasi dan keberimbangan berita. Juga tunduk terhadap UU Pers, Dewan Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Media Siber.
(try/van)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini