Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memiliki cara tersendiri untuk membendung agar hal tersebut tidak terus-menerus terjadi. Cara tersebut dituangkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) No 47 Tahun 2014 tentang Pemberian Pertimbangan Bupati dalam Transaksi Jual-Beli Tanah di Kabupaten Purwakarta.
Dalam perbup tersebut diatur mengenai pertimbangan untuk menjamin ketersediaan lahan, terutama lahan pertanian pangan produktif, agar tidak dijual hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terutama menghindarkan masyarakat dari penjualan melalui praktik percaloan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuan utamanya yakni mencegah penjualan tanah tanpa alasan. Kebanyakan mereka jual tanah itu hanya untuk kepentingan sesaat, seperti kebutuhan melanjutkan kuliah dan untuk berobat," ujar Dedi saat berbincang dengan detikcom di Gedung Negara Bale Nagri Pemkab Purwakarta, Senin (23/1/2017).
Dedi mengatakan, selain dua hal yang masih ditolerir itu, ada beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya perbup tersebut. Seperti perubahan pola hidup anak-anak pedesaan yang cenderung mulai berani kepada orang tua sehingga segala sesuatunya harus dituruti.
"Orang tua zaman sekarang itu banyak yang malah takut dengan anaknya. Anak minta apa-apa harus dituruti. Hasilnya, sawah produktif dijual demi beli motor dan gadget hanya demi tuntutan anak," tuturnya.
Pihaknya mengaku belakangan perbup tersebut tidak lagi digubris oleh masyarakat. Pasalnya, banyak warga yang masih menjual lahan produktif tanpa meminta rekomendasi terlebih dahulu. Jadi, bukan hal yang aneh, kesenjangan pun kembali terjadi di masyarakat.
Meski demikian, Dedi pun tetap berusaha dengan melakukan beberapa langkah, seperti lahan produktif yang akan dijual, dibeli oleh pemerintah agar tetap seperti fungsinya. Selain itu, lahan produktif tersebut menjadi 'laboratorium', yang digunakan oleh sekolah-sekolah terdekat.
Selain itu, Dedi mengeluarkan perbup disertai tindakan tegas terhadap para pelajar belum cukup umur yang menggunakan kendaraan ke sekolah ataupun di luar jam sekolah. Bagi mereka yang ketahuan akan dikenai sanksi, dari teguran, tidak naik kelas, hingga dikeluarkan dari sekolah.
"Kita juga ubah pola kurikulum pendidikan dengan berbasis karakter berbudaya. Pendidikan tersebut mengajarkan anak mengenal Pancasila dengan pola mengenali kearifan lokal masing-masing. Misalnya yang tinggal di daerah pertanian mendalami ilmu pertanian, yang tinggal di daerah peternakan kita dukung dengan kurikulum peternakan. Jadi penilaian tidak lagi secara akademis, tapi pada aplikatif dan produktivitas," beber Dedi.
Lebih lanjut Dedi mengungkapkan, selain membenahi pola pikir, dari tingkat pelajar pihaknya juga berupaya meningkatkan pelayanan publik dengan menyediakan pengobatan gratis melalui program Jampis (Jaminan Purwakarta Istimewa), pendidikan gratis, hingga program budak angon yang memberikan hewan ternak kepada para pelajar.
(nwy/ega)











































