"Hanya sosialisasi dengan internal KPK," kata Yunus di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (20/1/2017).
Yunus, yang datang mengenakan batik dominasi warna cokelat, menerangkan perma itu penting. Menurutnya, perma itu bisa mencegah adanya kejahatan di korporasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Yunus menyebut sosialisasi perma ini perlu dilakukan karena aturan itu masih benar-benar baru. "Ini permanya baru. Jadi penyidik, jaksanya belum sosialisasi, bahaya," ujar Yunus.
Perma itu nantinya diharapkan KPK jadi standar bagi hakim di Pengadilan Tipikor maupun hakim lain dalam menangani kasus yang melibatkan korporasi. Sebagai informasi, dalam perma itu dinyatakan korporasi melakukan kesalahan yang dapat dipidana, bilamana:
1. Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan korporasi.
2. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana.
3. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar, dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.
Subjek hukumnya adalah korporasi dan pengurus korporasi. Perma tersebut memberikan beberapa tingkatan hukuman, yaitu:
1. Denda kepada korporasi.
2. Bila korporasi tidak membayar denda, maka asetnya dapat disita dan dirampas.
3. Denda kepada pengurus korporasi.
4. Bila pengurus korporasi tidak membayar denda maka diganti dengan kurungan penjara secara proporsional.
Dalam Perma No 13 Tahun 2016 itu juga diatur seluruh proses eksekusi dijalankan sesuai KUHAP. Adapun untuk perampasan barang bukti, sesuai KUHAP, maka perampasan barang bukti dikelola Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan). (dhn/dhn)