Kunjungan kerja Syafruddin ke Jordania dilakukan selama dua hari mulai Rabu (18/1/2017) hingga Kamis (19/1). Syafruddin dan Sarhan berbagi cerita soal situasi keamanan di negara masing-masing, terutama ancaman dari aksi terorisme. Kedua negara memiliki hubungan khusus dalam bidang keamanan.
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih jauh, Syafruddin menilai pemberantasan terorisme melalui cara soft power atau pencegahan merupakan langkah yang lebih baik dan penting.
"Pemberantasan terorisme dilakukan terutama dengan soft power dibandingkan hard power, pencegahan terorisme dipandang lebih baik dan penting. Selain itu, Jordania memiliki kesamaan dengan Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Jordania merupakan salah satu badan intelijen terbaik di dunia," tuturnya.
Selain itu, Syafruddin menawarkan kerja sama khusus dengan Kepolisian Jordan dan kini sedang merancang menempatkan LO Kepolisian Indonesia di Jordan. Menurutnya, secara teknis hal ini akan ditindaklanjuti dengan kerja sama dalam bentuk capacity building, pelatihan, dan pendidikan.
"Ini perlu kita tingkatkan pendidikan di bidang transnational crime, penanggulangan terorisme, human trafficking, dan masalah global lainnya serta transfer pengetahuan intelijen, law enforcement, dan lainnya," ujarnya.
Mantan Kalemdikpol ini juga tak lupa mengucapkan selamat atas pelantikan Sarhan menjadi Kepala Kepolisian Jordania yang baru serta salam hormat dan hangat dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang tidak bisa hadir.
"Pak Kapolri menunjuk saya mengadakan kunjungan dan koordinasi masalah terorisme serta pengembangan kepolisian. Kami juga mengundang Kepolisian Jordan untuk ke Indonesia agar jalinan kerja sama semakin erat dan lancar," kata Syafruddin.
Sementara itu, Kepala Public Security Departement (PSD) Kerajaan Jordania Mayor Jenderal Ahmad Sarhan Al-Faqih mengatakan Jordania saat ini mendapat tantangan terorisme dan radikalisme. Tantangan tersebut datang dari pengungsi yang memiliki berbagai latar belakang.
"Jordania telah menerima pengungsi dari tahun 1948 hingga saat ini. Setiap hari kami menerima para pengungsi. Para pengungsi ini dari Libia, Suriah, Irak, Palestina, dan lainnya sehingga berdampak pada Jordania dari segi ekonomi, keamanan, dan sosial," kata Sarhan.
Sarhan menjelaskan masalah serangan terorisme membawa keamanan yang tidak dan tidak membawa citra Islam yang baik. Menurut dia, negaranya memerangi paham ekstremisme dengan cara komunikasi, seminar, serta menggalang dan menekan paham-paham tersebut.
Dia mencontohkan telah melakukan mediasi dengan beberapa pelaku kriminalitas yang memiliki paham radikalisme sebanyak 365 orang di penjara, kemudian berhasil mengembalikan mereka dari paham radikal sebanyak 61 orang.
"Jordania sangat mendukung sekali gerakan antiterorisme dan menekan paham ekstremisme. Kami mengupayakan menekan dan menghilangkan paham tersebut," tuturnya. (idh/rna)