"Awal (sumur) ini saya garap, saya undang massa banyak hampir 50, sisanya cuma lima termasuk saya. Waktu itu masih serem. Warga lihat aneh-aneh," ujar Pelestari Sumur 7 Beji M Sariti kepada detikcom di Cagar Budaya Sumur 7 ke - 1, Jalan Kopo, Beji, Depok, Jawa Barat, Rabu (18/1/2017).
Diceritakan Satiri, dulu pemandangan sumur sangat tak elok karena banyak pohon yang tumbuh tidak beraturan di sekitar sumur sehingga menciptakan kesan gelap. Ditambah banyaknya sampah dedaunan kering maupun sampah rumah tangga yang dibuang warga sembarangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pohon pisang, talas, pohon nangka, pohon pete, pohon kelapa, nggak rapih," sambung dia.
Ketakutan warga tak hanya timbul di malam hari. Sariti berkata, warga pun enggan melewati depan sumur pada siang hari. Satiri melanjutkan, setelah kondisi sekitar sumur bebas sampah dan pepohonan rimbun, barulah warga berani
"Bersihin (sekitar sumur) ini tiga bulan. (Area sumur) Sudah bersih, baru saya undang lagi masyarakat. Yang datang 110 orang, kumpul, baru pada nggak takut karena nggak rimbun," tutur Satiri.
Cagar Budaya Sumur 7 Beji diyakini warga setempat sebagai peninggalan seorang penyebar agama Islam, Mbah Raden Ujud Beji. Nama kawasan Beji pun berasal dari nama Mbah Raden Ujud Beji.
Kisah yang melegenda di masyarakat setempat adalah Mbah Raden Ujud Beji berdoa kepada Allah, meminta air untuk irigasi sawah warga yang mengalami kekeringan. Doanya dijawab dengan munculnya tujuh mata air yang dibendung dalam sumur saat ini. (rvk/idh)