Wacana pengosongan KJA atau keramba ini muncul sebelum penggerebekan teroris di Jatiluhur pada 25 Desember 2016. Tetapi, beberapa waktu seusai penggerebekan teroris, Perum Jasa Tirta (PJT) II selaku pengelola Waduk Jatiluhur pun mengamini usulan Bupati Dedi Mulyadi untuk mengosongkan KJA.
Ketua Paguyuban Pembudidaya Ikan (PPI) KJA Waduk Jatiluhur Yana Setiawan mengatakan wacana itu sangat merugikan dia dan kawan-kawannya. Mereka menggeruduk Kantor Kecamatan Jatiluhur untuk menyampaikan aspirasi warga yang menolak penggusuran KJA karena dianggap tidak berpihak kepada masyarakat kecil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menurutnya, pencanangan zero KJA tersebut memiliki dampak sosial yang panjang bagi warga. Bahkan dia tidak yakin Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang digaungkan sebagai proyek jangka panjang dalam pengembangan Waduk Jatiluhur akan mampu menggantikan mata pencarian mereka.
"Toh sekarang orang-orang ke Jatiluhur juga banyak yang wisatanya lihat KJA," katanya.
Yana mengatakan sebelumnya PJT II selaku operator Waduk Jatiluhur dan Pemkab Purwakarta selaku pemerintah daerah mencanangkan pembersihan dari 23 ribu KJA menjadi 4 ribu KJA. Namun, beberapa waktu lalu, usulan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengosongkan KJA disetujui oleh PJT II.
Padahal, kata Yana, sebelumnya pihak PJT II tidak pernah mematok jumlah ideal KJA yang bisa bertahan di Waduk Jatiluhur. Karena itu, rencana mengosongkan KJA tersebut sangat memberatkan masyarakat.
"Saya rasa di atas 15 ribu KJA masih ideal," ucapnya.
Pihaknya menjelaskan saat ini sedikitnya terdapat 24 ribu KJA yang tersebar di Waduk Jatiluhur. Dari jumlah tersebut, 70 persen dimiliki oleh warga setempat.
"Per hari perputaran uang di KJA mencapai Rp 2,5 miliar," beber pria yang sudah menjadi petani KJA Waduk Jatiluhur sejak 1988 itu.
Sementara itu, Camat Jatiluhur Asep Supriatna mengatakan pihaknya akan menampung aspirasi masyarakat untuk disampaikan kepada Bupati Dedi dan PJT II selaku pemilik otoritas Waduk Jatiluhur.
"Kita nanti sampaikan aspirasi dari hasil audiensi tadi," pungkas Asep.
Sejak pertengahan 2016, PJT II dan Pemkab Purwakarta melakukan pembersihan terhadap seluruh KJA secara bertahap dan, nantinya setelah bersih, hanya 4 ribu KJA yang bisa diizinkan untuk kembali bertani ikan.
Pihak PJT II menilai keberadaan Waduk Jatiluhur sebagai objek vital nasional harus benar-benar aman. Selain itu, pendapatan dari KJA dianggap tidak signifikan sehingga akan difokuskan pada sektor pengembangan pariwisata.
Tidak hanya itu, banyaknya sisa makanan ikan membuat kadar asam air tinggi dan menyebabkan peralatan waduk, bendungan, dan pembangkit listrik mudah rusak. (rvk/fdn)