"Saya pagi ini mau ke Pengadilan Negeri Tangerang untuk mengambil petikan putusan dan kejaksaan, baru ke Rutan Tangerang untuk mengeluarkan Tajudin," kata kuasa hukum Tajudin dari LBH Keadilan, Abdul Hamim Jauzie, kepada detikcom, Jumat (13/1/2017).
Tajudin mulai menghuni penjara sejak 20 April 2016 malam. Kala itu Tajudin sedang menjual cobek di Jalan Raya Perum Graha Bintaro, Kota Tangerang Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tidak tanggung-tanggung, polisi menjerat Tajudin dengan UU Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan ancaman 15 tahun penjara. Padahal tidak setiap hari dagangan Tajudin laku terjual. Kalaupun ada yang membeli, keuntungan setiap cobek juga tidak terlalu besar. Dalam sebulan, rata-rata Tajudin hanya mendapatkan penghasilan Rp 500 ribu.
![]() |
Setelah melalui serangkaian proses yang cukup lama, berkas masuk ke pengadilan. Jaksa mengamini Tajudin memperdagangkan orang dan menuntut 3 tahun penjara. Tidak hanya itu, jaksa juga meminta Tajudin membayar denda Rp 120 juta, harga yang sangat besar dibandingkan penghasilannya Rp 500 ribu per bulan.
LBH Keadilan banting tulang membela Tajudin. Serangkaian argumen dilancarkan untuk mematahkan tuntutan jaksa. Gayung bersambut. PN Tangerang mengamini pembelaan Tajudin dan kuasa hukumnya.
"Melepaskan terdakwa dari dakwaan. Secara sosiologis, anak-anak sudah biasa bekerja membantu orang tuanya," ucap majelis hakim dengan suara bulat, Kamis (12/1) kemarin.
Tajudin memang telah divonis bebas. Dalam hitungan menit, ia akan dilepaskan dari rutan. Tapi bagaimana tanggung jawab negara setelah merampas HAM warganya selama 9 bulan lamanya? (asp/fdn)