Suhemi mendapat giliran pertama untuk membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2017). Tangisnya pecah bahkan di kalimat pertama pleidoinya saat ia mengingat bagaimana ia terkena operasi tangkap tangan KPK.
"Sejak saya mengalami peristiwa perkara ini, dimulainya dengan penjemputan saya oleh tim KPK. Pada tanggal 28 Juni, yang mana saya sejak saat itu menjalani proses hukum oleh KPK, yang dalam penyidikannya saya disangkakan sebagai tersangka," ujar Suhemi mengawali pleidoinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan rasa penyesalan yang mendalam dalam diri saya, serta hal ini tidak akan pernah saya ulangi lagi. Terasa sangatlah berat, yang saya terima atas tuntutan jaksa penuntut umum. Di sini saya sangat memohon kepada majelis hakim agar bisa memberikan vonis seringan-ringannya," kata Suhemi.
Suhemi bercerita bagaimana keluarga besarnya sangat bergantung pada dia. Suhemi berhenti beberapa saat, menangis tersedu mengingat keluarga yang sudah lama tak bertemu. Sampai akhirnya salah satu majelis hakim memintanya untuk langsung membacakan bagian akhir saja.
Suhemi, yang merupakan tangan kanan Putu Sudiartana, dituntut 4,5 tahun penjara. Sementara itu, Noviyanti dituntut 5 tahun penjara.
Selanjutnya giliran Noviyanti membacakan pembelaannya. Suaranya terdengar lebih tegar daripada Suhemi. Namun, di tengah-tengah pembacaan saat menyinggung operasi tangkap tangan oleh KPK, staf ahli Putu Sudiartana di DPR itu mulai menangis.
"Anak-anak trauma dengan kejadian tertangkapnya kami berdua oleh KPK. Dengan segala kerendahan hati saya, dengan perkara yang menimpa saya, saya sangat menyesal. Saya hanya menjalankan perintah dari atasan," tutur Noviyanti.
Suhemi dan Noviyanti diyakini jaksa telah bersama-sama dengan Putu Sudiartana menerima suap terkait pengajuan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 50 miliar di Provinsi Sumatera Barat dengan APBN-P 2016. Barang bukti saat operasi tangkap tangan ketiganya yakni Rp 500 juta yang diduga berasal dari pihak swasta di Sumbar. (rna/asp)