Masih Usut Kasus Gubernur Nur Alam, KPK Tunggu Audit dari BPKP

Masih Usut Kasus Gubernur Nur Alam, KPK Tunggu Audit dari BPKP

Audrey Santoso - detikNews
Senin, 09 Jan 2017 20:36 WIB
Nur Alam (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta - Kasus dugaan gratifikasi izin usaha tambang dengan tersangka Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam ternyata masih terus bergulir di KPK. Penyidik KPK masih menunggu audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kasus itu.

"Jadi sedang kami koordinasikan dengan BPKP. Nanti akan kami hubungi lagi BPKP-nya, kemarin itu ada perubahan pegawai yang menangani kasus itu, pindah tempat juga, pindah ke Kalimantan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (9/1/2017).

Syarif menyebut penyidik KPK akan segera merampungkan berkas penyidikan kasus itu. Dia memberi batas waktu sekitar 1 sampai 2 bulan ke depan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi tergantung dari sana (BPKP), tapi semua berjalan seperti yang direncanakan," ujarnya.

Dalam kasus tersebut, Nur Alam diduga menerima kick back (komisi) dari izin yang dikeluarkannya itu. KPK menyebut SK yang diterbitkan Nur Alam dan menyalahi aturan yaitu SK Persetujuan Percadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB).

Perusahaan itu yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana di Sultra.

Nur Alam menjadi Gubernur Sultra sejak 2008 dan kembali terpilih pada periode yang saat ini masih berlangsung. Sementara itu, KPK menduga korupsi yang disangkakan pada Nur Alam dilakukan sejak 2009 hingga 2014.

Saksi-saksi penting lain yang telah diperiksa penyidik yaitu Direktur PT AHB Widdi Aswindi. Terkait perkara tersebut, nama Widdi telah masuk dalam daftar cegah bepergian ke luar negeri oleh KPK. Selain itu, ada nama lainnya yang juga dicegah, yaitu Emi Sukiati Lasmon.

Saat itu KPK menyebutkan Widdi sebagai Direktur PT Billy Indonesia, sedangkan Emi selaku pemilik PT Billy Indonesia. PT Billy Indonesia merupakan perusahaan pemilik tambang di Bombana dan Konawe Selatan di mana PT AHB melakukan kegiatan penambangan nikel.

Hasil tambang PT Billy Indonesia tersebut dibeli oleh Richcorp International, yang diduga mengirim uang sebesar USD 4,5 juta kepada Nur Alam selaku Gubernur Sultra. Widdi diduga pernah mengirimkan sejumlah uang kepada Nur Alam. (dhn/jor)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads