Hal itu terungkap dalam putusan kasasi yang dikutip detikcom dari website Mahkamah Agung (MA), Jumat (6/1/2017). Kala itu, Zainal adalah Asisten Administrasi Umum dan Kesra Sekda Banten.
Zainal menemui Ratu Atut di Rumah Dinas Gubernur pada Oktober 2010. Zainal menyampaikan akan membantu penyediaan dana untuk sosialisasi pencalonan kembali Ratut Atut menjadi Gubernur Banten.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah terbentuk, para pengurus yayasan itu akan dikondisikan yayasan baru tersebut akan mendapatkan dana hibah. Tapi, setelah uang masuk ke kas yayasan, Zainal akan mengambil kembali 90 persen.
Adapun sisanya adalah yayasan yang sudah ada, tetapi dikondisikan.
Setelah semua terkondisikan, pada November 2010, digelontorkan uang dari APBD ke 9 yayasan tersebut. Masing-masing yayasan mendapatkan jumlah bervariasi, dari Rp 300 juta hingga Rp 500 juta.
Setelah uang masuk ke rekening yayasan, Zainal dan orang-orangnya mengambil kembali uang itu. Jadi tiap yayasan hanya mendapatkan uang Rp 15-50 juta. Uang yang terkumpul dari pembobolan APBD itu mencapai Rp 3,7 miliar.
Uang itu lalu diserahkan kepada orangnya Ratu Atut dan disimpan di brangkas di rumah dinas Gubernur. Uang itu digunakan untuk acara roadshow Ratu Atut ke daerah-daerah dalam rangka sosialisasi pencalonan sebagai cagub selanjutnya.
Setelah Ratu Atut ditangkap KPK karena menyuap Ketua MK Akil Mochtar, permainan pembobolan ABPD itu terendus. Kejaksaan mengusut Zainal dan mendudukkannya di kursi pesakitan.
Pada 27 April 2015, jaksa menuntut Zainal selama 7 tahun penjara. Atas tuntutan itu, Pengadilan Tipikor Serang menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara. Vonis yang dijatuhkan pada 7 Mei 2015 itu dikuatkan di tingkat banding dua bulan setelahnya.
Atas putusan itu, jaksa dan Zainal sama-sama mengajukan kasasi. Apa kata MA?
"Menyatakan Zainal Mutaqin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana selama 8 tahun penjara," kata majelis hakim.
Duduk sebagai ketua majelis, yaitu Dr Salman Luthan, dengan anggota Prof Dr Abdul Latief dan Syamsul Rakan Chaniago. Selain vonis 8 tahun penjara, MA menjatuhkan hukuman:
1. Denda Rp 500 juta.
2. Apabila tidak membayar denda, diganti Rp 500 juta.
3. Pidana uang pengganti Rp 3,4 miliar.
4. Apabila tidak membayar uang pengganti maksimal 1 bulan, hartanya dilelang.
5. Bila hartanya tidak mencapai Rp 3,4 miliar, diganti 3 tahun penjara.
Belakangan, Ratu Atut tidak kunjung diadili dalam kasus tersebut. Alhasil, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk meminta kasus itu diteruskan.
"Memerintahkan KPK segera mengambil alih berkas perkara dari Kejaksaan Agung untuk segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor," ujar Ketua MAKI Boyamin Saiman menyampaikan tuntutannya. (asp/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini