Mabes Polri Ungkap 4 Faktor Pemicu Konflik Intoleransi

Mabes Polri Ungkap 4 Faktor Pemicu Konflik Intoleransi

Galang Aji Putro - detikNews
Kamis, 05 Jan 2017 15:05 WIB
Diskusi tentang toleransi yang diadakan Wahid Foundation (Galang Aji Putro/detikcom)
Jakarta - Toleransi dinilai masih menjadi tantangan untuk bangsa Indonesia saat ini. Mabes Polri menyebut ada empat faktor yang bisa memicu konflik intoleransi di Indonesia.

Kabag Mitra Biro Penmas Divhumas Polri Kombes Awi Setiyono menyebutkan empat hal yang dapat memicu konflik. Hal itu ia sampaikan dalam acara bertajuk 'Bincang Perdamaian: Potret Toleransi di Indonesia Tahun 2017' yang diadakan di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2017).

"Ada empat faktor yang dapat memicu konflik," ujar Awi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faktor pertama adalah perbedaan dalam memahami ajaran secara tekstual. Hal ini menghasilkan pengamalan yang berbeda dalam internal keagamaan.

"Ada yang menganggap kelompoknya paling benar, menganggap yang lainnya sesat," imbuhnya.

Aksi-aksi penolakan terhadap pendirian rumah ibadah menjadi faktor yang kedua. Awi mengatakan permasalahan bangsa semacam itu bisa membuat NKRI goyah, sehingga sangat perlu dicermati.

Faktor ketiga adalah perbedaan adat istiadat. "Masih banyak pihak yang mencoba memanfaatkan kondisi ini. Kita perlu merapatkan barisan. Kita pahami lagi Pancasila," imbau Awi.

Selain itu, Awi tak malu menyebutkan bahwa aparat juga memiliki peran dalam memicu konflik. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan persepsi di antara petugas.

"Masih adanya kegamangan aparat di lapangan. Kita tidak malu menyampaikan ini. Kapolri sudah memberi perintah, tapi ada perbedaan persepsi di lapangan," pungkasnya.

Sementara itu, Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM Jayadi Damanik menyebutkan jumlah pengaduan pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan kepada Komnas HAM mengalami peningkatan. Pada 2015, terdapat sebanyak 87 pengaduan. Jumlah ini meningkat dari jumlah pengaduan pada 2014 yaitu sebanyak 74 pengaduan.

Bentuk-bentuk pelanggaran hak atas KBB pada tahun 2015 itu meliputi melarang dan merusak rumah ibadah, melarang dan mengganggu aktivitas keagamaan, diskriminasi atas dasar agama atau keyakinan, intimidasi, pemaksaan keyakinan, kekerasan fisik, menutup lembaga keagamaan, melarang ekspresi keagamaan, dan kriminalisasi sewenang-wenang. Lalu, bagaimana pada tahun 2016?

"Tanpa menyebut data kuantitatifnya dapat dipastikan bahwa jumlah pengaduan pada 2016 lebih banyak. Selain lebih banyak, pelanggarannya juga lebih masif," ucap Jayadi.


(imk/imk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads