"Sinergi semua pemangku kepentingan seperti ormas, pegiat perdamaian, tokoh agama, dan pemerintah menjadi salah satu kunci untuk mengatasi tantangan toleransi. Forum ini menjadi salah satu upaya tersebut," ujar Program Officer Advokasi dan Riset Wahid Foundation Alamsyah M Dja'far dalam diskusi bertema 'Bincang Perdamaian: Potret Toleransi di Indonesia Tahun 2017'.
Diskusi ini diadakan oleh Wahid Foundation di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2017) dan dihadiri oleh Jayadi Damanik (Koordinator Desk KBB Komnas HAM), Kombes Pol Awi Setiyono (Kabag Mitra Biro Penmas Divhumas Polri), KH. Imam Aziz (Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Asfinawati (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), dan Engkus Ruswana (Penghayat Kepercayaan).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Banyak kajian, misalnya yang menyebut jika ujaran kebencian meningkat menjelang momen-momen politik seperti sekarang ini. Faktor kesenjangan pengetahuan dan ekonomi juga berpengaruh," imbuhnya.
Dalam kasus pelanggaran hak beragama dapat dipengaruhi oleh sejumlah peraturan yang diskriminatif dan belum dihapus. Alamsyah menyebutkan, pada saat yang sama, aparat pemerintahan terkadang bertindak melampaui kewenangannya, terutama yang menyangkut perkara teologis warga negara.
"Modal mengatasi tantangan ini cukup besar. Perlu komitmen dari semua pihak. Kami bekerja sama dengan LSI pada 2016, survei menyebutkan 72 % muslim Indonesia menolak radikalisme. Itu artinya masyarakat kita sebetulnya mendukung toleransi," pungkasnya. (imk/imk)











































