"Pengalaman yang tidak terlupakan ketika menjangkau PMKS yang membawa pisau saat melakukan asessment di mobil. Hampir dia menusukkan pisaunya ke saya, tapi dengan kewaspadaan dan kerja sama tim, hal tersebut bisa dihindarkan," ujar Lia di Jakarta, Rabu (4/1/2017).
Lia menyadari pekerjaannya itu berisiko tinggi. Sebab, setiap hari ia harus berhadapan dengan berbagai macam karakter PMKS, mulai orang dengan masalah kejiwaan (ODMK), pengemis, pengamen, hingga gelandangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya ia takut. Ia pun sering merasa bersimpati saat menjaring pengemis yang mengaku, jika tidak mengemis, anak-anaknya tidak bisa sekolah.
"Namun bekerja dengan hati membantu sesama ini adalah tugas kita semua. Masyarakat juga bisa ikut peduli dengan ikut serta menyelesaikan permasalahan sosial," lanjutnya.
![]() |
Lulusan S-1 Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Bandung, ini juga pernah mendapatkan pengalaman yang tidak mengenakkan. Ia disemprot dengan sumpah serapah dan kata-kata kasar saat menjaring pengemis.
Lia baru lulus kuliah pada Oktober 2016 dengan predikat yudisium cum laude. Ia masuk Tim Reaksi Cepat P3S Sudinsos Jakarta Pusat sejak Oktober 2016.
"Saya tidak menyangka bisa menjadi P3S. Ini akan mewarnai karier dalam hidup saya," ungkapnya.
Ilmu yang didapatnya selama mengenyam pendidikan semasa kuliah ia terapkan di dunia pekerjaannya saat ini. Salah satunya dalam memberikan assessment untuk mengidentifikasi permasalahan para PMKS.
"Sebagai P3S, memang pekerjaan kita tidak seperti profesi dokter yang semua orang tahu. Kami tersamarkan keberadaannya, padahal kami bisa dibilang menjangkau PMKS dengan tujuan menyelamatkan mereka agar dapat mandiri dan tidak menjadi penyakit masyarakat," tutur wanita berhijab ini.
Lia menilai profesinya itu adalah profesi penting. Menurutnya, pekerjaan menjaring PMKS adalah sebuah upaya penyelamatan yang tidak disadari oleh PMKS yang dijangkau petugas.
"Kebanyakan PMKS merasa nyaman dengan dirinya sebagai pengemis, peminta-minta, dan gelandangan. Maka perlu ada upaya penyelamatan bagi mereka agar tidak lagi kembali ke jalan," sambungnya.
Meski tempatnya bekerja jauh dari tempat tinggalnya di Citayam, Depok, hal itu tidak menyurutkan semangatnya dalam bertugas. Lia berusaha menunjukkan dedikasi terhadap pekerjaannya dengan penuh kedisiplinan.
![]() |
"Shift pagi berangkat pukul 5 pagi, pulang sampai rumah magrib. Pas shift malam berangkat pukul 13.00 dan sampai rumah pukul 00.30," kata Lia.
Terlepas dari itu, ia berharap tugas yang ia jalankan bersama teman-teman lainnya bisa berguna bagi masyarakat. Ia juga berharap permasalahan sosial di Jakarta semakin berkurang.
"Sehingga Jakarta menjadi kota yang nyaman dan aman," ujarnya. (mei/rvk)