"Yang paling serius yang tadi kita bahas adalah tentang religious harmony atau kerukunan antarumat. Ini harus ada langkah yang lebih khusus," kata Jimly di kantor pusat program ICMI, Jalan Proklamasi 53, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2017).
Hal itu disampaikan Jimly dalam rangka refleksi ICMI terhadap beberapa hal yang terjadi di Indonesia selama 2016. Di tempat yang sama, hadir pula Wakil Ketua Umum (Waketum) ICMI Priyo Budi Santoso dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) ICMI M Jafar Hafsah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi presiden kita harapkan jadi pemimpin bagi semua, jangan hanya bagi kelompok yang suka kepadanya. Ini biasanya hanya karena salah paham, maka harus ada komunikasi yang diperbaiki sehingga termasuk kelompok yang marah, kelompok yang tidak suka, itu dianggap juga sebagai rakyat Indonesia," ujar Jimly.
Selain itu, Jimly mengatakan pemerintah perlu menghapus berbagai kebijakan yang dapat menimbulkan kesalahpahaman. Jimly menyebut salah satu kebijakan yang bisa menyebabkan hal itu adalah tentang tenaga kerja asing.
"Kebijakan-kebijakan yang menimbulkan salah paham itu harus dievaluasi seperti juga tadi kami sebutkan tentang tenaga kerja asing. Itu baik untuk dievaluasi, itu riil menimbulkan ketakutan di mana-mana, bukan soal jumlah, tapi persepsi, termasuk juga visa dan lain-lain," ujar Jimly.
"Intinya, jadilah pemimpin untuk semua. Dengarlah jeritan hati rakyat yang meskipun dari kelompok yang awalnya tidak memilih kita. Sebab, bagaimanapun di balik keresahan itu, ada saja yang benar, jadi tidak semuanya hanya karena suka-tidak suka, karena alasan politik semata," imbuh Jimly. (dhn/tor)