"Perbuatan terdakwa Samsudin Warsa didakwa pasal 372 atau 378 KUHP," ujar Kasipidum Kajari Jakarta Selatan, Chandra Saptaji saat dikonfirmasi detikcom, Rabu (28/12/2016).
Dalam dakwannya, Samsudin merupakan presiden direktur PT GDE pada tahun 2005 lalu. Kala itu Samsudin memakai nama palsu untuk memberi piutang dan menghapus piutangnya, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Awal mulanya, PT GDE mengundang PT Bumi Gas Energi (BGE) untuk ikut tender proyek pembangkit listrik panas bumi Dieng Patuha. Tender tersebut pun diikuti oleh 5 perusahaan, hingga akhir PT BGE terpilih sebagai pemenang tender.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Singkat cerita, PT BGE menandatangani perjanjian keuangan yang disaksikan terdakwa dengan CNT Hongkong. Sehingga perusahaan tersebut melepaskan saham 6 persen sebagai persyaratan dana pinjaman sebesar USD 500.000.000.
Akan tetapi, surat yang keluar Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral pada 27 Maret 2005 menyerahkan tanggung jawab dan pengelolaan wilayah kerja panas bumi (WKP) Dieng Patuha kepada Pertamina. Sedangkan terdakwa sendiri bertindak seolah-olah memiliki izin konsesi dengan memerintah PT BGE sebagai pelaksana proyek PLTP Dieng Patuha.
"Ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara," ucap Chandra.
Chandra mengatakan, Kuasa Hukum PT Geo Dipa Energi Heru Mardijarto meminta kepada majelis hakim untuk menunda persidangan lanjutan dengan agenda nota keberatan (eksepsi) selama dua minggu atau pada 11 Januari 2017.
Sementara Kuasa Hukum PT BGE, Sanjaya mengapresiasi dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum terhadap terdakwa Samsudin Warsa. Karena, memang PT GDE tidak mempunyai WKP (wilayah kerja panas bumi) dan IUP (izin usaha pertambangan).
"WKP dan IUP itu diwajibkan, orang bertambang tanpa IUP dan WKP itu tidak boleh. Sederhana saja, kita berkeyakinan berdasar fakta hukum, apakah manusia boleh menambang tanpa adanya WKP dan IUP penambang. Kalau tidak ada melanggar hukum," ucapnya. (ed/rvk)











































