"Soal kepemilikan sama sekali tidak diatur dalam draft RUU. Dengan tidak adanya aturan soal kepemilikan, penguasaan kepemilikan banyak stasiun televisi dan radio di satu tangan akan semakin menguat," ujar salah seorang peneliti sekaligus dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Rahayu MSi MA.
Hal ini disampaikan Rahayu dalam diskusi bertajuk "Revisi UU Penyiaran Sarat Kepentingan Pemodal? (Catatan Kritis 14 Tahun UU Penyiaran)" di Ruang Fortakgama, Gedung Pusat UGM, Rabu (28/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, di draft RUU menyatakan bahwa Sistem Siaran Jaringan (SJJ) bukan merupakan kewajiban, melainkan opsional bagi stasiun televisi yang akan bersiaran ke banyak wilayah siar. Hal ini dinilai akan mematikan gagasan SSJ dan melanggengkan pemusatan siaran televisi di Jakarta.
"Hal ini jelas bertentangan dengan UU Penyiaran yang mewajibkan SSJ," kata Rahayu.
Di dalam draft menyatakan keharusan memuat dan menyajikan muatan siaran lokal paling sedikit 10 persen dari keseluruhan jam siaran setiap hari bagi penyiaran swasta yang melakukan siaran di wilayah siar lain. Namun, di dalamnya tidak jelas mendefinisikan siaran lokal.
Seharusnya siaran lokal adalah, jelas Rahayu, siaran yang berkonten lokal, diproduksi di wilayah lokal, dengan sumber daya lokal. Jumlah 10 persen juga dinilai terlalu kecil, tidak sesuai dengan semangat demokrasi dan otonomi daerah.
Catatan berikutnya, draft RUU menetapkan kewajiban sensor untuk seluru isi siaran. Hal ini bertentangan dengan UU Pers, karena seharusnya siaran jurnalistik tidak dikenai sensor.
Menurut mereka yang bergabung dalam Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP), seharusnya RUU menyatakan bahwa siaran jurnalistik wajib mengikuti standar program siaran yang ditetapkan oleh KPI.
"Draft RUU memuat ketentuan bahwa porsi iklan spot paling tinggi 40 persen dari setiap waktu tayang program. Ini merupakan peningkatan yang luar biasa dibandingkan UU Penyiaran tahun 2002 yang menetapkan 20 persen," tutur Rahayu.
Peningkatan porsi iklan dua kali lipat porsi iklan dalam draft RUU dinilai sebagai bentuk keberpihakan yang tinggi kepada pemodal dan mengganggu kenyamanan khalayak. Lebih jauh lagi, implementasinya akan menciptakan masyarakat konsumtif yang sangat tinggi.
Di dalam draft RUU memperbolehkan adanya iklan rokok. Padahal, tutur Rahayu, hal tersebut bertentangan dengan ketentuan lain yang juga termuat dalam draft RUU yakni iklan tidak boleh mengiklankan zat adiktif. Sedangkan dalam UU Kesehatan, rokok dinyatakan sebagai zat adiktif.
Catatan selanjutnya, di dalam draft tersebut menyebutkan bahwa Lembaga Penyiaran Komunitas antara lain berfungsi untuk melayani Kementerian.
"Hal ini jelas melanggar prinsip-prinsip lembaga penyiaran komunitas secara universal. Secara definisional, lembaga penyiaran komunitas lahir dan demi komunitas, bukan melayani kementerian ataupun pemerintah," tegasnya.
Berikutnya, KNRP mencatat Draft RUU menyatakan bahwa Lembaga Penyiaran Publik (LPP) berfungsi memberi layanan untuk kepentingan negara, tapi definisi 'negara' sendiri tidak diperjelas. Sedangkan, Rahayu menegaskan di negara demokrasi manapun tidak ada kewajiban lembaga penyiaran melayani negara, terlebih lagi pemerintah.
Menurutnya, hal ini mempertegas kemunduran dari UU No 32 Tahun 2002. Sebab dengan memberi kewajiban LPP untuk melayani kepentingan negara, terbuka bagi pemanfaatan LPP bagi propaganda penguasa politik.
"Oleh karena itu, LPP harus berfungsi memberi layanan ntuk kepentingan masyarakat Indonesia secara keseluruhan," kata Rahayu.
Catatan terakhir, draf RUU dinilai mengerdilkan kewenangan KPI hanya dalam urusan isi siaran.
"Sementara memberikan kewenangan pemerintah yang sangat besar dalam persoalan penyiran lainnya, seperti persoalan perizinan dan digitalisasi," tuturnya.
KNRP telah menyiapkan 'draf tandingan' kepada DPR sebagai bahan pertimbangan. "Tapi nanti lobi kita tidak hanya di komisi tapi juga dengan mendekati partai. Dalam waktu dekat kami akan mematangkan draf tandingan dan akan kita buka ke publik. Biar masyarakat tahu," ujar Rahayu. (sip/rvk)











































