Stefano melihat ironi pembangunan di Jakarta, menggusur kampung-kampung di bantaran sungai dengan alasan keamanan dan banjir, kemudian memindahkannya ke bangunan-bangunan bertingkat, seperti apartemen. Budaya dan tradisi berubah.
"Masalahnya bukan pada masalah keamanan atau masalah bangunan, tetapi penggusuran ini mengubah budaya dan tradisi Indonesia secara dramatis. Kampung adalah realitas yang sudah berlangsung sangat lama, bahkan sudah menjadi bagian dari rasa dan struktur budaya orang Indonesia. Sedangkan apartemen, megamal, perumahan mewah bagian dari kehidupan modern yang muncul baru-baru ini," tulis Stef dalam laman laskarkampungku.com yang dikutip detikcom, Rabu (28/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menurut Kang Stef, demikian Stefano senang disapa, Jakarta berambisi menjadi ibu kota hipermodern, bersaing dengan Singapura, Tokyo, dan New York, tapi hal ini harus dibayar mahal dengan menghancurkan 'jiwa'-nya. Proses perubahannya seperti menyembunyikan kemiskinan dengan membentuk persepsi jelek, seperti miskin itu buruk, harus disembunyikan seperti menyembunyikan sampah di bawah karpet.
"Kita harus mendokumentasikan semua ini karena fotografi adalah testimoni. Fotografi memaksa orang untuk melihat karena penyakit paling berbahaya adalah kebiasaan melihat: orang Indonesia tidak melihat kampung dan orang yang tinggal di dalamnya karena mereka selalu melihat dan tidak akan menyadari satu per satu area jakarta akan kosong seperti ditelan bumi seperti 'wasteland' T.S. Eliot," tulis Stef.
Dalam rangka mengabadikan kampung-kampung di Indonesia, yang memiliki tradisi dan budaya yang membentuk wajah-wajah kota dan wilayah di Indonesia, Kang Stef pun memanggil seluruh fotografer di Indonesia untuk bersama mengabadikan kampung dari Aceh sampai Papua.
"Kampungnya dan orangnya ataupun tanah-tanah yang sudah digusur, kita paksa orang untuk melihat, mengingat, dan untuk membangun Perpustakaan Terbesar tentang Memori Indonesia. Kirim fotomu dengan informasi yang lengkap tentang tempat, tanggal, waktu, dan ceritakan tentang siapa yang tinggal di sana. Berpikirlah mungkin fotomu menjadi foto terbaru dari tempat itu, selamanya," jelas Kang Stef.
"Kami tidak ingin special effect, filter, kami hanya ingin reality. Kami hanya ingin mengingat dan menyimpannya. Kami berjuang untuk kampung kami dan orang-orangnya. Kami tidak tertarik politik, kami adalah komunitas besar dari para pemimpi dan pecinta Indonesia," imbuhnya.
![]() |
Ajakan Kang Stef disambut dengan antusias para fotografer amatir hingga profesional yang meminta Kang Stef datang ke kampung-kampung mereka di seluruh pelosok Indonesia. Karena Kang Stef mesti bolak-balik Indonesia-Italia dan wilayah Indonesia yang cukup luas, maka bersama Deni Arifianto dan Grace Anata, dibentuklah komunitas "Laskar Kampungku" pada 1 Oktober 2016.
Komunitas ini terbentuk dari hasil ngobrol-ngobrol, hasil kopi darat Kang Stef dengan Deni dan Grace pada September 2016. Sejak 1 Oktober, mulailah komunitas ini bergerak memburu foto dari kampung ke kampung.
Dalam perkembangannya, komunitas Laskar Kampungku tidak hanya mengabadikan keindahan pojok-pojok kampung di Indonesia. Tapi juga memberikan apa yang bisa diberikan dan membantu apa yang bisa dibantu untuk membangun kampung itu.
"Kang Stef berpikir lebih besar, dan ingin fokus di bidang pendidikan dan kesehatan," jelas Deni saat berbincang, yang ditulis detikcom, Rabu (28/12/2016).
Akhirnya setiap berburu foto di kampung, para fotografer ini selalu membawa crayon untuk kenang-kenangan anak-anak kampung yang ditinggalkan. Lama-kelamaan membawa buku-buku, membentuk perpustakaan mini, hingga membangun pusat kegiatan belajar mengajar (PKBM).
"Jadi ini gerakan sosial, bukan cuma fotografi, bukan cuma hangout, kumpul bareng, jalan bareng. Kami ambil gambar, ada yang kami pegang dan kami berikan, lebih ke charity," tutur Deni.
Beberapa kampung yang sudah didatangi dan dibantu di antaranya adalah Kampung Sekeawi, Kampung Bojongseureuh, Kampung Cilampeni, Kampung Sukamenak, Kampung Cangkuang Wetan, Kampung Cangkuang Mekar, Kampung Cilebak, Kampung Cigondewah Hilir, dan Kampung Sadang Sari, yang kesemuanya terletak di Bandung.
"Saat kami sedang hunting di Kampung Bojongseureuh, Cibaduyut, kami mendapat info bahwa di Kampung Citeureup, Dayeuh Kolot, Bandung, belum mendapat bantuan dari pemerintah setempat, sehingga kami langsung mengecek, foto dan langsung menyebar di social media. Luar biasa, hari yang sama, tanggal, langsung dikirim uang, baju, dan makanan untuk daerah tersebut," imbuh Deni.
Komunitas Laskar Kampungku juga menggalang dana dari situs crowdfounding kitabisa.com. Bila Anda pencinta fotografi kampung, dari amatir hingga profesional, orang awam yang ingin mengabadikan kampung sambil membantu, baik dengan tenaga maupun dana, Laskar Kampungku membuka pintu lebar-lebar.
Silakan bergabung dengan komunitas dan gerakannya yang bisa dicek di media sosial:
Twitter: @laskarkampungku
IG: laskarkampungku
Web: www.laskarkampungku.blogspot.com/laskarkampungku.com
Fanpage: www.fb.com/laskarkampungku
Groups: www.fb.com/groups/laskarkampungku
Youtube: http://bit.ly/2dEGFmJ (nwk/trw)