Hal itu disampaikan Jufri dalam sidang yang diadakan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Jufri duduk sebagai teradu dengan ACTA selaku pengadu.
"Pokoknya menurut kami tidak beralasan karena pokok pengumuman yang kami sampaikan sudah diumumkan pada tanggal 12 Oktober 2016. Jadi apa yang dilaporkan oleh saudara Habib pada 7 Oktober 2016 kemudian kami melakukan pembahasan, maka pada saat itu Bawaslu melakukan surat undangan untuk melakukan pembahasan, melakukan klarifikasi. Kemudian pada tanggal 11 Oktober, terjadilah klarifikasi pada pelapor, yang diwakili oleh salah satu jaksa penuntut umum, dan akan dituangkan. Kemudian, dilakukan pembahasan pada tanggal 11 menganggap bahwa apa yang dilaporkan pelapor belum melanggar," kata Jufri dalam sidang di Gedung DKPP, Jalan MH Thamrin nomor 14, Jakarta Pusat, Selasa (27/12/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan yang dimaksud Jufri yaitu laporan dari Habib Novel dan Kris Ibnu selaku pengadu tentang ucapan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait dengan surat Al Maidah ayat 51. Dia pun menyebut laporan itu sudah dipublikasikan.
"Kewajiban kami untuk mengumumkan, peraturan Bawaslu no 11 tahun 2014, pasal 25 ayat 1 diumumkan di sekretariat pengawas pemilu. Telah melaksanakan status laporan pada tanggal 12 Oktober di papan pengumuman, sehingga pengawas ini tidak berkewajiban mengirimkan," ucapnya.
Laporan itu awalnya disampaikan oleh Kris Ibnu selaku kuasa hukum dari Habib Novel Khaidir Hasan ke Bawaslu. Namun dia merasa bahwa Bawaslu DKI tidak mengumumkan laporan itu.
"Kemudian mengejutkan kami baru pada tanggal 25 Oktober 2016 melalui surat nomor 338, tanggal 19 Oktober 2016 tentang pemberitahuan status laporan yang ditandatangi oleh salah satu komisioner Bawaslu DKI Jakarta, yaitu Minah Susanti, menyampaikan bahwa Bawaslu tidak menemui pelanggaran Ahok, sebagaimana diatur dalam UU pemilu nomor 10 tahun 2016," ucapnya.
"Kami menilai perbuatan M Jufri yang mengumumkan bahwa perbuatan Ahok di Kepulauan Seribu bukan pelanggaran pada tanggal 13 Oktober 2016, sebelum memberitahukan surat resmi pada tanggal 19 Oktober 2016, adalah pelanggaran kode etik," imbuh Kris.
(dhn/imk)