Hari Ibu, Mengapa Tidak Ada Napak Tilas Kongres Perempuan Indonesia 1928?

Hari Ibu, Mengapa Tidak Ada Napak Tilas Kongres Perempuan Indonesia 1928?

Aditya Fajar Indrawan - detikNews
Kamis, 22 Des 2016 13:17 WIB
Hari Ibu, Mengapa Tidak Ada Napak Tilas Kongres Perempuan Indonesia 1928?
Nursyahbani Katjasungkana (rachman/detikcom)
Jakarta - Mantan Direktur LBH Jakarta Nursyahbani Katja Sungkana menilai peringatan Hari Ibu telah banyak berubah. Peringatan Hari Ibu kini tidak dirasakan sama untuk semua kalangan.

"Sudah banyak seminar-seminar keuangan atau hukum yang memberikan pandangan bagi perempuan, sudah berubah sejak masa reformasi tapi tidak masif. Tapi hanya dapat dinikmati kalangan menengah ke atas, tidak untuk kalangan menengah ke bawah," kata Nursyahbani saat berbincang dengan detikcom, Kamis (22/12/2016).

Dirinya berharap, peringatan Hari Ibu diisi dengan melakukan napak tilas Kongres Perempuan Indonesia pada 1928. Kongres yang digelar pada 22-25 Desember pada 88 tahun silam itulah yang dijadikan momentum Hari Ibu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekarang ini mungkin lebih bagusnya menapak tilas hal apa saja yang pernah dibahas dalam kongres perempuan. Dari napak tilas historisnya itulah kita bisa mencoba mengevaluasi apa saja yang telah dicapai perempuan Indonesia," jelas aktivis Solidaritas Perempuan itu.

Nursyahbani berharap perempuan dapat ikut berperan dalam menyusun program strategis untuk batu loncatan Indonesia. Seperti tertuang dalam pidato Soekarno saat itu. Pidato tersebut berbunyi:

Berbahagialah kongres kaum ibu, diadakan pada suatu waktu, di mana masih ada sahadja kaum bapak Indonesia jang mengira, bahwa perdjoangan mengedjar keselamatan nasional bisa djuga lekas berhasil zonder sokongannja kaum ibu; oleh karena dari pada kaum bapak masih banyak jang kurang pengetahuan akan harganja sokongan kaum ibu itu; kita tidak sahadja gembira hati akan kongres itu oleh karena kaum bapak belum insyaf akan keharusan kenaikan deradjat kaum ibu,- kita gembira ialah teristimewa djuga oleh karena di kalangan kaum ibu sendiri belum banjak jang mengetahui atau mendjadikan kewajibannja ikut menjeburkan diri di dalam perdjoangan bangsa, dan belum banjak jang berkehendak akan kenaikan deradjat itu (Soekarno, Kongres Kaum Ibu, 1928).

"Dari situlah, perempuan dapat ikut berperan dalam menyusun program-program strategis negara dan menjadi batu loncatan bagi perempuan Indonesia," pungkas Nursyahbani. (adf/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads